Kamis 26 Jul 2018 17:22 WIB

KPU Kecewa Parpol Masih Daftarkan Eks Koruptor Jadi Caleg

Bawaslu menemukan ada 199 bakal caleg yang merupakan mantan napi kasus korupsi.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, menyesalkan ratusan orang mantan narapidana korupsi di daerah yang masih didaftarkan oleh partai politik (parpol) sebagai calon anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, Menurutnya, komitmen parpol untuk tidak mencalonkan mantan koruptor yang tertuang dalam pakta integritas tidak sejalan dengan fakta yang dilakukan di lapangan.

"Yang membuat komitmen dengan apa yang dikerjakan masih berbeda toh," ujar Hasyim kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (26/7).

Padahal, pakta integritas sudah ditandatangani sebanyak dua kali. Penandatanganan pertama antara parpol dengan KPU. Sementara itu, penandatanganan kedua dilakukan antara parpol dengan Bawaslu.

Berpegang kepada pakta integritas yang tertuang dalam formulir B3 parpol itu, Hasyim menegaskan jika memang ditemukan mantan narapidana korupsi yang masih mendaftar sebagai caleg, maka dinyatakan tidak memenuhi syarat dan harus diganti. "Kalau memang ditemukan seperti itu ya kemudian di luar komitmen dan akan kita coret," tegasnya.

Hasyim pun berharap parpol mau memegang komitmennya untuk tidak kembali mendaftarkan mantan narapidana korupsi sebagai caleg DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.  Sebelumnya, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, membenarkan bahwa ratusan berkas caleg di daerah dikembalikan kepada parpol.

Ratusan caleg tersebut maju di tingkatkan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Berdasarkan penelusuran dari Bawaslu, ada 199 caleg di daerah yang diketahui sebagai mantan narapidana korupsi.

"Sepanjang belum ada putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang belum membatalkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018,  maka kami akan mengembalikan kepada parpol," ujar Pramono kepada wartawan, Kamis.

Artinya, kata Pramono, parpol boleh mengganti para caleg tersebut dengan orang lain. "Kami kembalikan ke parpol untuk diganti. Sebab kan tidak sesuai juga dengan kesepakatan antara KPU dengan parpol (soal pakta integritas tidak akan mencalonkan mantan narapidana korupsi)," tegas Pramono.

Snggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifuddin, mengatakan, pihaknya sudah menemukan sebanyak 199 caleg. Caleg-caleg tersebut maju di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

"Untuk sementara, sudah ditemukan sekitar 199 caleg (yang teridentifikasi mantan narapidana kasus korupsi)," ujar Afif ketika dikonfirmasi, Kamis.

Arief melanjutkan, para caleg ini tersebar di 11 provinsi, 93 kabupaten dan 12 kota. Namun, pihaknya menegaskan belum dapat memperinci detail nama-nama caleg dan asal parpol serta nama daerahnya.

"Data tersebut merupakan hasil penelusuran dan pengawasan kami yang masih harus divalidasi dan dipastikan. Untuk sementara nanti masih ditelusuri dan dipastikan kembali," tegas Afif.

Berdasarkan PKPU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tahapan, program dan jadwal Pemilu 2019, penggantian caleg diberikan sejak 22 Juli dan berakhir pada 31 Juli 2018. Selanjutnya, pada 1 Agustus-7 Agustus 2018, KPU akan kembali melakukan verifikasi terhadap perbaikan daftar caleg dan syarat caleg.

Usai diverifikasi kembali, KPU menyusun dan menetapkan daftar caleg sementara (DCS) pada 8 Agustus-12 Agustus 2018. Jika sudah ditetapkan, pada 12 Agustus-14 Agustus 2018 KPU akan mengumumkan DCS caleg DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota serta menyampaikan persentase keterwakilan perempuan dari setiap parpol.

Setelah DCS ditetapkan, maka data-data caleg nantinya bisa diakses oleh masyarakat. Karenanya, masyarakat diperbolehkan memberikan masukan terhadap rekam jejak para caleg pada 12 Agustus - 21 Agustus 2018. Daftar calon tetap (DCT) akan ditetapkan pada 20 September 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement