Rabu 25 Jul 2018 10:00 WIB

KPK Dalami Peran Inneke Koesherawaty

Status Inneke sampai saat ini masih sebagai saksi

Artis Inneke Koesherawati (kanan) berjalan keluar gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Selasa (24/7).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Artis Inneke Koesherawati (kanan) berjalan keluar gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Selasa (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Dian Fath Risalah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa artis Inneke Koesherawaty, Selasa (24/7). Inneke diperiksa untuk mendalami informasi tentang arahan tersangka sang suami, Fahmi Dharmawansyah, dalam kasus jual-beli fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.

"Kami mendalami informasi arahan tersangka Fahmi Dharmawansyah kepada Inneke terkait dengan pemesanan dan pembelian mobil, yang kemudian diberikan kepada tersangka Wahid Husein (kalapas Sukamiskin)," kata Febri di gedung KPK Jakarta, Selasa (24/7).

Febri belum bisa menjelaskan lebih lanjut, apakah Inneke mengetahui pembelian mobil itu untuk diberikan kepada Wahid Husein. Namun, Febri menegaskan, status Inneke sampai saat ini masih sebagai saksi. "Kami harap saksi juga bicara dengan benar sejujur-jujurnya," ujar Febri.

Seusai diperiksa, Inneke enggan berkomentar ihwal pemeriksaannya. Selain Inneke, penyidik KPK juga memeriksa dua saksi lainnya, yakni Direktur PT Laju Maju Sejahtera Anita Selviana Nayaon dan Rina Yuliana seorang sales counter. KPK memeriksa kedua saksi tersebut untuk mengklarifikasi proses pemesanan, pembelian, dan pengantaran mobil yang diduga menjadi objek suap terhadap Wahid.

Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) Wahid di Lapas Sukamiskin, Sabtu (21/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu dua unit mobil masing-masing satu unit Mitsubishi Triton Exceed warna hitam dan satu unit Mitsubishi Pajero Sport Dakkar warna hitam. Mobil yang dipesan Fahmi kemudian diberikan kepada Wahid Husein adalah Mistubishi Triton Exceed warna hitam. "Kami dalami yang Mitsubishi Triton," kata Febri.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. Selain Wahid dan Fahmi, tersangka lainnya adalah Andri Rahmat yang merupakan narapidana kasus pidana umum/tahanan pendamping (tamping) serta staf kalapas Hendry Saputra.

KPK menduga Wahid menerima pemberian berupa uang dan dua mobil selama menjabat sebagai kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018 terkait pemberian fasilitas, izin, luar biasa, dan lainnya yang tidak seharusnya kepada narapidana tertentu.

Pemberian dari Fahmi tersebut terkait fasilitas sel atau kamar yang dinikmati oleh Fahmi dan kemudahan baginya untuk dapat keluar masuk tahanan. Penerimaan-penerimaan tersebut diduga dibantu dan diperantarai oleh orang dekat keduanya, yakni Hendry Saputra dan Andri Rahmat.

Selain menyita dua unit mobil sebagai barang bukti, KPK juga mengambil barang bukti berupa uang sebesar Rp279.920.000 dan 1.410 dolar AS, catatan penerimaan uang, serta dokumen terkait pembelian dan pengiriman mobil. Fahmi yang sebelumnya merupakan direktur PT Merial Esa telah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin pada 31 Mei 2017.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Fahmi divonis dua tahun delapan bulan penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Fahmi terbukti menyuap empat orang pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) senilai 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro, dan Rp 120 juta.  (antara)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement