Selasa 24 Jul 2018 15:54 WIB

Kelebihan Muatan dan Risiko Penyelundupan Jadi Masalah Lapas

Lapas sudah sejak tahun lalu mengajukan permintaan untuk menambah fasilitas lapas

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Selain puluhan paket narkoba, petugas Lapas Pariaman juga menemukan ponsel dan barang elektronik lainnya dalam penggerebekan, Selasa (24/7).
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Selain puluhan paket narkoba, petugas Lapas Pariaman juga menemukan ponsel dan barang elektronik lainnya dalam penggerebekan, Selasa (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia masih menyimpan banyak kekurangan. Masalah paling klasik adalah muatan narapidana (napi) yang berlebih hingga potensi masuknya barang-barang terlarang, seperti narkoba dan barang-barang elektronik.

Kondisi ini bisa dijumpai di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kota Pariaman, Sumatra Barat. Lapas ini kelebihan kapasitas narapidana (napi). Lapas Pariaman saat ini menampung 524 napi, dari kapasitas normalnya yang hanya 170 orang. Dari seluruh 36 kamar di 6 blok yang ada, masing-masing dihuni 15 hingga 20 orang. Seharusnya, satu kamar dihuni antara 5-7 orang napi saja.

Kepala Lapas Kelas II B Pariaman, Pujiono Gunawan menjelaskan bahwa pihaknya sudah sejak tahun lalu mengajukan permintaan untuk menambah fasilitas lapas. Apalagi, tembok pelindung lapas dianggap terlalu rendah dengan tinggi hanya 4 meter.

"Narkoba rawan masuk dilempar melalui tembok itu," jelas Pujiono, Selasa (24/7) dini hari.

Selain narkoba, berbagai barang terlarang juga rawan masuk ke lingkungan lapas. Seperti yang diungkap dalam penggerebekan kemarin, petugas menemukan paket-paket narkoba, ponsel, obat-obatan dalam jumlah banyak, produk elektronik, hingga botol-botol minum.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sumatra Barat, Dwi Prasetyo tidak menampik adanya celah permainan oleh petugas lapas sendiri. Meski begitu, ia meminta kalapas secara tegas mengetatkan pengawasan terhadap potensi masuknya barang terlarang. Apalagi, pasca-terungkapnya kasus suap di lingkungan Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lapas-lapas di Indonesia semakin disorot.

"Kalau dari portir tidak mungkin masuk. Kami bisa deteksi. Tapi tidak ada jaminan (petugas tidak ikut bermain)," ujar Dwi.

Perkara jumlah napi yang membludak, Dwi mengaku pusing untuk mengatur sebaran napi di Sumatra Barat karena rata-rata memang sudah kelebihan kapasitas. Bahkan ia sempat bercanda menawarkan pemindahan napi ke rumah wartawan saat ditanya soal ini.

"Ke rumahmu saja mau? Saya juga pusing ngurusin pindahnya," jelas Dwi.

Diberitakan sebelumnya, petugas menemukan 25 paket (linting) ganja, serta 10 paket kecil dan 2 paket besar sabu-sabu dalam penggeledahan Senin (23/7) malam. Penemuan paket narkoba bukan dari dalam kamar narapidana, melainkan dari taman-taman lapas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement