REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukuman gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam bertambah tiga tahun setelah majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima permintaan banding dari penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hukuman Nur Alam menjadi 15 tahun penjara, diketahui vonis sebelumnya adalah 12 tahun penjara.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan denda kepada Nur Alam sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tak dibayar maka diganti dengan pidana kurang selama enam bulan.
Dalam putusan banding, Nur Alam juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 2,7 miliar dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Nur Alam akan disita atau diganti dengan pidana selama satu tahun.
Masih dalam putusan banding, Nur Alam terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kesatu alternatif kedua dan melakukan korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan kedua.
Perbuatan Nur Alam telah memenuhi unsur pada Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, untuk dakwaan ke satu alternatif kedua
Kemudian terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 (1) KUHP
Menanggapi putusan banding terhadap dirinya, Nur Alam menyatakan akan mengajukan kasasi. "Tentu (kami) akan kasasi," kata kuasa hukum Nur Alam, Maqdir Ismail saat dikonfirmasi, Jumat (20/7).
Menurut Maqdir, vonis yang dijatuhkan pada tingkat banding tersebut tidak masuk akal dan tidak bisa diterima jika pemberatan hukumannya menggunakan keterangan ahli yang bermasalah.
Sementara Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengaku belum menerima salinan lengkap dari putusan banding tersebut. "Kalau sudah diterima baru akan kami putuskan apakah kasasi atau tidak," ujar Febri.
Meskipun belum menerima salinan lengkap, berdasarkan berapa peritmbangan penting yang dikutip dari website Mahkamah Agung, hakim mempertimbagkan rasa keadilan publik, rasa keadilan publik dinilai hakim masih kurang dengan hukuman awal makanya ditingkatkan.
"Lalu, hakim juga mempertimbangkan pertimbangan ahli Basuki Wasis. ini menjadi bagian penting karena KPK sedang mendampingi gugatan perdata yang dilakukan terdakwa kepada Basuki Wasis. Seharusnya demgan logika di putusan PT ini, kontribusi Basuki penting dan dihargai hakim,\" terang Febri. KPK, tambah Febri, juga siap menghadapi kasasi yang diajukan oleh Nur Alam.