Jumat 20 Jul 2018 16:08 WIB

Karate Bersatulah: Belajar dari Nestapa Juara Dunia Fauzan

Pengurus karate harus mampu mencontoh takwondo dan badminton.

Fauzan dalam pertandingan final karate di Praha, awal tahun 2018.
Foto: Selamat Ginting
Fauzan dalam pertandingan final karate di Praha, awal tahun 2018.

Oleh: Selamat Ginting, Jurnalis Republika dan mantan atlet karate.

Kisah Karateka Fauzan Noor, bisa menjadi titik pertemuan dua federasi karate di Indonesia, yakni Federasi Olahraga Karate Indonesia (FORKI) dan Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI).Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) hanya mengakui FORKI sebagai satu-satunya federasi karate di Indonesia.

Gara-gara itu pula, nasib karateka Fauzan Noor pun luput dari perhatian Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Mereka tidak mendapatkan informasi dari KONI bahwa karateka FKTI Fauzan menorehkan tinta emas dalam kejuaraan ITKF di Praha, Republik Ceko.

"Kami memohon maaf atas keterlambatan memberikan apresiasi kepada karateka Fauzan yang meraih emas dan membawa harum Merah Putih di tingkat dunia," seperti bunyi rilis resmi Kemenpora, kemarin.

Syukurlah nasih Fuazan agak berubah. "Saya sudah di Jakarta, Pak. Ini diundang berbagai stasiun televisi," kata Fauzan melalui sambungan telepon dan percakapan via WA. Batin saya: Ah, selamatlah kau, Fauzan. Kami senang kini pemerintah pusat dan daerah mulai memberikan apresiasi untukmu.

Memang setelah viral tentang Fauzan baru publik mahfim bila anak muda Kalimantan Selatan ini yang tidak mendapatkan hadiah apa pun dari pemerintah. Padahal dia memenangi pertandingan kumite (perkelahian) putra karate versi ITKF, awal 2018 lalu.

Di dunia dikenal dua badan karate, ITKF dan WKF. FKTI berafiliasi ke ITKF. sedangkan FORKI sebagai karate umum modern berafiliasi ke WKF.

FKTI embrionya adalah Inkai, salah satu induk organisasi karate tertua dan terbesar di Indonesia. Inkai sebagai perguruan karate akhirnya pecah. Ada yang tetap berafiliasi ke FORKI ada pula yang ke FKTI.

Imbas buruknya karena karate tidak bisa bersatu, Komite Olimpiade Internasional atau IOC menolak karate dimasukkan dalam cabang olimpiade. Ironisnya, karate yang lebih dahulu dikenal dunia, justru kalah dengan taekwondo.

Ini tentu ada sebabnya. Dan sebenarnya bukan cuma karate yang permah mengalami perpecahan seperti ini. Taekwondo juga pernah mengalami hal yang sama.

Di Indonesia awalnya ada dua organisasi, yakni Federasi Taekwondo Indonesia (FTI) dan Persatuan Taekwondo Indonesia (PTI). Di tingkat dunia pun begitu, ada International Taekwondo Federation (ITF) sebagai taekwondo tradisional dan World Taekwondo Federation (WTF) sebagai taekwondo umum modern.

Hebatnya, untuk memenuhi syarat masuk ke olimpiade, akhirnya mereka bersatu dalam wadah WTF yang kemudian diubah lagi menjadi World Taekwondo (WT). Sementara, karate hingga kini belum bisa menyatu. Masing-masing bersikukuh dengan pendapatnya.

Hasilnya, Fauzan sudah menjadi korban. Sejak berangkat ke Republik Ceko, tidak mendapatkan bantuan dari FKTI, KONI, dan Kemenpora. Ia pun tidak akan bisa bertanding di SEA Games, dan Asian Games. Sebab IOC pun hanya mengakui pertandingan versi WKF, bukan ITKF.

Sebenarnya karate itu satu. Tidak ada bedanya dalam kihon (gerakan dasar). Yang membedakan hanya sistem pertandingannya saja. Terutama dalam kumite (perkelahian).

Karate tradisional sama seperti taekwondo tradisional, juga tidak mengenal body protektor di kepala, wajah, tubuh, dan kaki. Bahkan tidak mengenal kelas berdasarkan ukuran berat badan.

Contohnya ketika Fauzan berhadapan dengan karateka Ceko di final kejuaraan dunia itu. Dia bertarung bagaikan David melawan Goliath. Kita bisa menyaksikan Fauzan tersiksa. Tubuhnya terpental ditendang lawannya yang jauh lebih besar. Ia pun terbanting beberapa kali. Belum lagi pukulan yang menghantam wajahnya.

Berbeda dengan karate maupun taekwondo modern yang lebih melindungi atlet serta inovasi-inovasi sitem pertandingan. Sehingga lebih menarik untuk ditonton dan lebih kekinian daripada tradisional yang (maaf) terkesan kekunoan.

Ego kedua federasi dunia harus dibenamkan jika karate ingin dipertandingkan di olimpiade. Hal yang sama juga pernah terjadi di bulutangkis (badminton). Adalah

Sudirman dari Indonesia yang berhasil meyakinkan para pemimpin IBF-WBF (International Badminton Federation) dan World Badminton Federation (WBF) agar hanya ada satu organisasi bulu tangkis dunia.

Penyatuan IBF-WBF itu justru terjadi di negara asal karate di Tokyo, Jepang, 1981. Kini satu-satunya induk organisasi bulutangkis dunia adalah Badminton World Federation, disingkat BWF.

Setelah menyatu, bulutangkis masuk dalam cabang olimpiade pada 1992. Sedangkan taekwondo masuk olimpiade pada 1996.

Jumlah karateka di Indonesia sebenarnya terbanyak di dunia. Karate pun lebih dahulu masuk Indonesia daripada taekwondo dan lain-lain. Peluang Indonesia meraih medali di cabang karate pun terbuka lebar jika cabang beladiri ini masuk olimpiade.

Kita tidak ingin ada Fauzan-fauzan baru yang tak terpantau, karena egoisme pengurus dua federasi karate dunia. Kita juga perlu memberikan apresiasi kepada Kemenpora yang akan mempertemukan FKTI dengan KONI.

Sudah sekian lama pula FKTI mengajukan diri menjadi anggota KONI, namun ditolak. Padahal karate tradisional juga bagian dari olahraga. Sementara cabang lain yang nilai olahraganya lebih sedikit dari karate tradisional, malah diakui keberadaannya.

Karate, belajarlah dari taekwondo dan badminton.

Karate, bersatulah....Osu!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement