Jumat 20 Jul 2018 14:58 WIB

KPU Siapkan Argumentasi Uji Materi Larangan Koruptor Nyaleg

Sudah ada mantan koruptor yang mendaftar menjadi caleg.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto: republika
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisioner KPU Ilham Saputra, mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan argumentasi hukum untuk mempertahankan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang saat ini sedang diuji materi di Mahkamah Agung (MA). MA hingga saat ini belum melakukan panggilan terhadap KPU untuk memberikan keterangan dalam proses uji materi tersebut.

"Belum ada panggilan dari MA. Sebab mereka kan tidak melakukan sidang. Mereka nanti hanya mempelajari berkas yang kami berikan," ujar Ilham kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (20/7).

KPU, lanjut dia, sedang mempersiapkan argumentasi hukum untuk menghadapi proses uji materi larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg yang tertuang dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

"Nanti MA akan mengingatkan kita apakah argumentasi ini sudah dikirim atau belum. Nah saat ini kami siapkan agar argumentasi kami segera dikirimkan ke MA," tegas Ilham.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan keputusan MA atas uji materi tentang PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tidak akan mengubah tahapan Pemilu 2019. Sejumlah caleg mantan narapidana kasus korupsi telah mendaftarkan gugatan uji materi ke MA.

"Kami berharap MA bisa memutuskan uji materi ini sebelum penetapan daftar calon sementara (DCS)," ujar Pramono kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/7).

Berdasarkan tahapan pemilu, penetapan DCS dilakukan pada 8-12 Agustus 2018. Dengan demikian, masih ada kesempatan bagi parpol untuk menyikapi hasil putusan MA tersebut. Namun, lanjut Pramono, jika MA memutus uji materi setelah penetapan DCS, mau tidak mau, keputusan itu KPU atas caleg mantan narapidana kasus korupsi tidak akan berlaku surut.

"Tidak ada perubahan jadwal dan  tahapan (jika MA mengabulkan permohonan uji materi). Keputusan KPU tidak berlaku surut," tegas Pramono.

Pramono membenarkan jika ada beberapa figur mantan narapidana kasus korupsi yang mendaftar sebagai caleg. Terhadap pendaftaran itu, KPU tetap melakukan pemeriksaan berkas.

Menurut Pramono, hasil pemeriksaan berkas nantinya akan disampaikan kepada masing-masing parpol. KPU masih tetap berpegang kepada aturan dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2017 dalam memeriksa berkas pendaftaran para caleg.

"Sepanjang (larangan mantan koruptor nyaleg) belum dibatalkan oleh MA, KPU tetap mengikuti aturan dalam PKPU Nomor 20. Nanti kami sampaikan kepada parpol untuk mengajukan pengganti caleg tersebut (jika teridentifikasi mantan koruptor)," tambah Pramono.

Sementara itu, tercatat sudah ada enam orang mantan narapidana korupsi yang mengajukan gugatan uji materi ke MA atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Keenamnya yakni Patrice Rio Capella, Darmawati Dareho, Al Amin Nasution, Sarjan Tahir, Wa Ode Nurhayati dan Muhammad Taufik. Seluruh penggugat tersebut merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Dari enam orang penggugat, hanya Patrice Rio Capella yang mengklaim tidak mendaftarkan diri sebagai caleg pada Pemilu 2019.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, pada Selasa (17/7), mengatakan gugatan uji materi terkait PKPU Nomor 20 sudah diterima. Hanya saja gugatan itu masih dalam proses hakim pemeriksa perkara.

Menurut Abdullah, dari sejumlah gugatan yang ada, baru tiga gugatan diregistrasi oleh MA. "Untuk pengajuan gugatan lain kemungkinan belum diregistrasi. Biasanya kalau sudah dilimpahkan ke majelis, nanti baru argo berjalan selama 14 hari (proses perkara)," kata Abdullah.

Larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai caleg diatur dalam pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Larangan itu berbunyi, "Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), [partai politik] tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi,". 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement