Kamis 19 Jul 2018 19:06 WIB

Penyebab Telur Naik, dari Piala Dunia Hingga Musim Haji

Operasi pasar dilancarkan guna menstabilkan harga telur yang tak kunjung turun.

Telur naik dan Piala Dunia 2018
Foto: republika/daan yahya
Telur naik dan Piala Dunia 2018

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Satrio Nugroho, Muhammad Nursyamsi, Dadang Kurnia, Riga Nurul Iman

JAKARTA -- Satuan Tugas Pangan Kepolisian Negara Republik Indonesia sedang menelusuri penyebab kenaikan harga telur ayam. Selain itu, ada kemungkinan Satgas Pangan Polri bersama pihak-pihak terkait menggelar operasi pasar bila harga komoditas itu tidak kunjung turun.

Ketua Satgas Pangan Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, kenaikan harga telur masih terjadi di beberapa wilayah. Selain di Jakarta, kenaikan juga terjadi di Bandung, Tasikmalaya, Ciamis, dan Blitar.

Setyo mengatakan, Satgas Pangan Polri bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan sejumlah asosiasi peternak sudah melaksanakan rapat koordinasi. Hasil rapat menyimpulkan, stok telur ayam aman sehingga seharusnya tidak ada kenaikan harga.

Baca Juga: Biang Keladi Meroketnya Harga Telur Ayam

Kadiv Humas Polri itu menjelaskan, terdapat beberapa tingkatan distribusi dengan istilah D1, D2, D3, D4, dan seterusnya. Di tingkat distribusi itulah Satgas Pangan Polri akan melakukan penelitian.

"Dari pihak integreter, mereka tidak ada yang naik, tapi ini ada sesuatu yang harus kita teliti. Mendag (Enggartiasto Lukita) minta waktu satu pekan ini. Kalau tidak ada perubahan, kita akan turun langsung dengan operasi pasar," kata Setyo.

Ia menambahkan, Satgas Pangan Polri akan menyelidiki apakah pengepul, pangkalan, atau broker mengambil untung terlalu banyak. Padahal, kata Setyo, kebutuhan juga justru sedang turun karena tidak ada kegiatan tertentu.

Lebih lanjut, dia mengatakan, laporan kenaikan harga sudah ada sejak tingkat peternak. Maka ada analisis perihal harga pakan yang meroket sebagai imbas dari larangan penggunaan antibiotik. Kendati demikian, dugaan itu antibiotik. Kendati demikian, dugaan itu harus tetap diteliti ulang.

photo
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kedua kiri) berbincang dengan pedagang saat menunjungi Pasar Baru di Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/6).

Selepas Lebaran, harga telur ayam di sejumlah daerah masih berada pada kisaran Rp 28 ribu per kg sampai Rp 32 ribu per kg. Sementara, harga acuan di tingkat konsumen yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), yaitu Rp 22 ribu per kg.

Dari Kota Mataram, Satgas Pangan Nusa Tenggara Barat (NTB) berencana menggelar rapat koordinasi membahas persoalan telur ayam. Rapat akan digelar di Kota Bima, Kamis (19/7). Kepala Dinas Perdagangan NTB Selly Andayani mengatakan, pemerintah setempat berupaya membuat regulasi khusus.

"Misal, harganya dikasih itu antara Rp 35 ribu sampai Rp 37 ribu per tray, tidak boleh lebih. Kalau lebih, izin distributor bisa dicabut karena di Permendag No mor 27 sudah jelas, distri butor tidak boleh menaikan harga asal-asalan. Harus ada punya kajian," ujar Selly kepada Republika.co.id.

Menurut dia, persoalan telur ayam di NTB tak lepas dari daerah lain, terutama dari Jawa dan Bali. Persentasenya mencapai 80 persen. Sehingga jika ada masalah di Jawa dan Bali, maka NTB turut terkena dampak.

Selly menjelaskan, harga telur untuk kualitas 1 yang besar di sejumlah pasar rakyat di NTB sebesar Rp 50 ribu per tray (25 butir). "Normalnya sebutir Rp 1.200. Kalau yang di eceran, di warung-warung bisa Rp 2.000 saat ini. Tapi, yang kita lihat di pasar rakyat berkisar Rp 48 ribu sampai Rp 50 ribu per tray," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement