REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Global Vector Control dan Public Health Advisor untuk International SOS yang berbasis di Papua, Indonesia, Michael Bangs mengatakan pengendalian vektor (serangga penular penyakit) untuk pencegahan demam berdarah dengue (DBD) harus dilakukan secara proaktif dan bersifat jangka panjang.
"Pekerjaan rumah utama kita adalah harus mengurangi populasinya, tempat sarangnya," tutur Michael dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/7).
Jumpa pers yang diselenggarakan Bayer, Kementerian Kesehatan dan International SOS menjadi bagian dari Bayer Vector Control Expert Meeting ke-5 yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Bayer menyatukan ahli kesehatan masyarakat dan pengendalian vektor di Indonesia untuk mendiskusikan kasus DBD di Asia Pasifik dan daerah-daerah lain yang terkena dampaknya.
Michael mengatakan "fogging" merupakan pengendalian yang bersifat reaktif di mana ada kejadian seseorang terjangkit DBD, lalu mengambil tindakan untuk membunuh nyamuk dewasa pembawa virus dengue.
Efektivitas "fogging" tergantung pada seberapa banyak insektisida yang masuk ke rumah dan penetrasinya. "Fogging" bersifat temporer yakni bertahan hanya beberapa hari, kemudian nyamuk bisa kembali ke rumah tersebut.
Untuk itu, Michael mengatakan perlu ada pengawasan dan pemantauan yang mendorong pengendalian bersifat proaktif sehingga bisa memberantas sarang nyamuk dan mengurangi kejadian DBD.
Dia mengatakan gerakan satu rumah satu jumantik yang dicanangkan pemerintah Indonesia telah mendorong pengendalian yang proaktif karena langsung menyasar sarang nyamuk, sehingga populasi nyamuk bisa ditekan.
Selain itu, ovitrap juga bisa dipakai untuk menjadi solusi lebih baik untuk jangka panjang, karena fokus pada upaya agar nyamuk tidak bisa berkembang biak dan menggigit manusia. Nyamuk dewasa akan lebih sulit dikendalikan karena bersembunyi dengan baik, untuk itu penanganan sebelum nyamuk berkembang biak atau dewasa harus dilakukan.
Dia mengatakan pengendalian vektor tetap menjadi upaya utama dan efektif untuk mengendalikan transmisi vektor.
Namun, dia menekankan pencegahan DBD melalui pengendalian vektor memerlukan komitmen dan implementasi pengendalian terpadu yang berkelanjutan. Kemudian, dibutuhkan pendekatan dari bawah ke atas karena kesediaan dan partisipasi masyarakat akan sangat penting dalam memberantas DBD.
Dia juga mengatakan pentingnya peningkatan kesadaran publik lewat komunikasi yang lebih efektif untuk aktif memberantas nyamuk dan untuk menghilangkan kekhawatiran akan penggunaan bahan kimia.
Pemerintah dan masyarakat juga dapat mengembangkan kemitraan publik-swasta dan swasta-swasta dengan tujuan komplementer antar pemangku kepentingan.
Pemerintah juga dapat mendorong sektor swasta untuk terus mengembangkan, menguji, dan memasarkan produk baru dengan biaya yang relatif tinggi dengan pengembalian investasi yang rendah.
Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Kementerian Kesehatan RI Suwito mengatakan "fogging" dilakukan apabila sudah dibuktikan dengan penyelidikan atau survei bahwa ada kasus orang sakit DBD dan ada nyamuk dewasa sehingga dikhawatirkan akan terjadi penularan penyakit.
"Kami matikan nyamuk dewasa dengan 'fogging'," ujarnya.
Menurut dia, "fogging" akan memberikan hasil yangg bagus apabila diikuti dengan upaya lain seperti pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M.
3M yaitu menguras tempat-tempat penampungan air secara rutin, menutup tempat penampungan air dan mendaur ulang barang bekas yang masih bernilai ekonomis.
"Fogging boleh tapi jangan terlalu tergantung pada fogging tapi yang paling penting upaya pencegahan sehingga kita bisa mengendalikan populasi nyamuk dengan baik," tuturnya