REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, sampai saat ini status Direktur Utama PLN, Sofyan Basir masih menjadi saksi dalam kasus suap terkait proyek pembangkit listrik milik PT PLN di Riau-1. Namun, tak menutup kemungkinan penyidik akan memanggil Sofyan ke gedung KPK untuk diperiksa.
"Masih saksi saya kira. Karena KPK sudah menyampaikan bahwa dalam penyidikan ini baru ada dua orang tersangka setelah kami saat itu menemukan dua bukti permulaan yang cukup," kata Febri di Gedung KPK, Selasa (17/7).
Baca juga: KPK: Eni Mengaku Nikmati Uang Sendirian
Nantinya, sambung Febri, bila ada informasi yang berkembang atau bukti baru tentu akan dipelajari untuk melihat apakah ada pelaku lain di kasus ini. "Tapi sekarang kami masih fokus pada dua tersangka," tegasnya.
Febri tak menampik bila Sofyan Basir bisa dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini. Mengingat kediaman hingga kantor Sofyan Basir turut digeledah oleh tim penyidik KPK.
"Pihak yang terkait secara langsung tentu saja akan kita panggil dan kita periksa. Ada saksi-saksi yang kami rencanakan akan diperiksa pada minggu ini paling cepat atau minggu depan. Semoga tidak ada perubahan dengan rencana tersebut," ujarnya.
Sebelumnya pada Senin (16/7), KPK menggeledah tiga lokasi, yakni Kantor Pusat PLN, ruang kerja Eni Maulani Saragih di DPR RI dan kantor Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia Power. Dari ketiga lokasi disita dokumen trkait latar belakang penunjukan blackgold, dokumen perjanjian dan skema proyek dan dokumen lain terkait proyek Riau-1 serta dokumen2 rapat. Selain itu ada barang bukti elektronik berupa ccctv dan alat komunikasi.
Baca juga: KPK: Banyak Dokumen Terkait Riau-1 yang Ditemukan
Dalam kasus suap terkait proyek pembangkit listrik milik PT PLN di Riau-1 KPK menetapkan dua tersangka yakni Eni Maulani Saragih merupakan anggota komisi VII DPR RI dan pengusaha Johanes B Kotjo.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Eni dan Johanes Kotjo ditetapkan sebagai tersangka. Eni disangka sebagai penerima suap sementara Johanes Kotjo sebagai pemberi suap dengan nilai total Rp4,8 miliar. Johanes Kotjo merupakan pihak swasta pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan, sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK Juga Geledah Kantor PJB Indonesia Power