Jumat 13 Jul 2018 16:37 WIB

Roy Suryo: Ekonomi Meroket, Padahal Roketnya Jatuh

Kondisi ekonomi pada masa akhir pemerintahan Jokowi dinilai tidak realistis.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andri Saubani
Roy Suryo
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Roy Suryo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo menyebut Demokrat hingga kini belum memutuskan arah koalisi, dan masih terbuka dengan koalisi manapun baik ke kubu Prabowo atau Joko Widodo (Jokowi). Namun walau belum menentukan koalisi Roy Suryo menyindir kelemahan pemerintahan Jokowi, terutama dari sisi ekonomi yang diistilahkannya 'meroket'.

Istilah 'meroket' ini digunakan Jokowi saat tahun awal pemerintahannya untuk menggambarkan kemajuan ekonomi pada tahun ke dua hingga tahun terakhir pemerintahannya nanti. Namun, Roy menilai, pemerintahan Jokowi semakin sampai pada akhir masa periode pertama, semakin tidak realistis atas apa yang telah dijanjikan dan disampaikan di awal tahun pemerintahan.

"Pemerintah harus realistis saja apa yang terjadi sekarang, sampaikan apa adanya. Karena media cenderung menutupi fakta persoalan yang ada seperti masalah ekonomi. Satu dolar kini sudah menyentuh Rp 14 ribu lebih. Ekonomi 'meroket' padahal roketnya jatuh," kata Roy Suryo dalam salah satu diskusi opini di Cikini, Kamis (12/7).

Kritik Roy terhadap pemerintahan Jokowi ini karena tidak transparannya persoalan apa yang terjadi sekarang. Faktanya, menurut Roy, banyak yang dijanjikan tidak terwujud, seperti janji 10 juta lapangan kerja, tidak menaikkan harga BBM, menguatkan rupiah Rp 10 ribu terhadap dolar. Fakta-fakta itu disebutnya tidak dimunculkan media arus utama.

Kritik Roy ini bukan hanya persoalan ekonomi, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini juga menyebut pemerintahan Jokowi lemah dalam bidang hukum. Menurutnya banyak kasus hukum pada era sekarang dijadikan alat politik dan tidak terselesaikan.

Ia memberi contoh kasus penyerangan air keras penyidik senior KPK Novel Baswedan dan kasus dugaan korupsi yang sempat menyeret calon wakil gubernur Sylviana Murni, yang berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Hingga kini, kasus Novel tidak terselesaikan.

Kemudian, kasus Sylvi yang pada saat Pilkada DKI muncul serta sempat diperiksa di Bareskrim, hingga kini ternyata hilang. "Hukum dijadikan alat politik," terang Roy.

Anehnya, Roy seringkali mendengar pemerintah sekarang justru selalu menyalahkan pemerintahan sebelumnya, di mana SBY masih sebagai presiden. Kritik Roy terhadap pemerintahan sekarang ini disebutnya bukan mengkritik personal Jokowi, karena ia yakin sosok Jokowi merupakan orang yang baik.

"Saya tahu pak Jokowi baik, tapi jangan selalu menyalahkan pemerintahan sebelumnya. Apalagi sosok Jokowi ini yang baik ini seperti ditambah-tambahkan di media, jadi terlihat sangat lebay (berlebihan). Masyarakat akhirnya muak dengan pencitraan yang dibuat-buat," imbuhnya.

Presiden Jokowi menilai, penguatan dolar AS merupakan fenomena ekonomi global yang berdampak pada banyak negara di dunia. Penguatan itu membuat kurs mata uang di banyak kawasan bergejolak.

"Ini fenomena pasar global yang semua negara juga mengalami. Semua negara juga sedang bergejolak kursnya. Terkena dampak dari kebijakan-kebijakan, terutama kenaikan suku bunga di Amerika Serikat," ujar Jokowi sesudah membuka Musrenbangnas RKP 2019 di Jakarta, pada akhir April lalu.

Jokowi mengatakan, saat ini kondisi ekonomi makro masih baik. Hal itu tecermin dengan kondisi perekonomian yang masih tumbuh, inflasi terkendali, kinerja ekspor, dan defisit fiskal makin positif.

"Saya yakin fundamental kita ini baik, ada pertumbuhan, inflasi juga bisa kita kendalikan di kurang lebih 3,5 persen, kemudian juga ekspor kita masih baik, defisit neraca kita juga semakin baik. Artinya fundamental makro kita baik," kata mantan gubernur DKI Jakarta itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement