Rabu 11 Jul 2018 13:50 WIB

Suryadharma Ali Puas dengan Kesaksian JK

Pengacara klaim kesaksian JK semakin menguatkan PK Suryadharma Ali.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) bersalaman dengan pemohon selaku terpidana kasus korupsi penyelenggaraan dana haji pada 2010-2013 dan penggunaan dana operasional menteri, Suryadharma Ali (kiri) usai memberikan kesaksian dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (11/7).
Foto: Antara/Wibowo
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) bersalaman dengan pemohon selaku terpidana kasus korupsi penyelenggaraan dana haji pada 2010-2013 dan penggunaan dana operasional menteri, Suryadharma Ali (kiri) usai memberikan kesaksian dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi dalam sidang peninjauan kembali (PK) terpidana kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji Suryadharma Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/7). Dalam persidangan, JK mengatakan, menteri diberi keleluasaan dalam menggunakan dana operasional menteri (DOM).

Menanggapi kesaksian yang meringankan tersebut, mantan menteri agama periode 2009-2014 itu merasa cukup dengan kesaksian dari JK. "Yang pasti JK adalah atasan saya langsung, mengerti apa tugas-tugas menteri dan memahami aturan-aturan yang berkaitan dengan dana operasional menteri. Jadi, saya merasa cukup apa yang telah beliau berikan keterangan pada hari ini dan mudah-mudahan bisa dipahami semua pihak," ujar Suryadharma seusai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/7).

Baca juga: KPK akan Lelang Kain Kiswah Ka'bah

Suryadharma merasa vonis yang dijatuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dirinya sangatlah tidak pas lantaran dasar aturan yang sudah kedaluwarsa. "Kerugian negara itu berdasarkan pada PMK 003 tahun 2006, saya diadili menggunakan PMK itu nomor 003 tahun 2006. PMK tahun 2006 itu sudah dicabut, jadi saya diadili oleh PMK yang mati," ucapnya.

DOM yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2006 tentang administratif yang dibutuhkan pertanggungjawaban telah diubah dan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 268/PMK.05/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga. Dalam beleid tersebut diatur 80 persen dana operasional diberikan/dibayarkan secara sekaligus (lump sum) kepada Menteri/Pimpinan Lembaga serta 20 persen lainnya digunakan untuk operasional lainnya.

Baca juga: Suryadharma Ali Ajukan Peninjauan Kembali

Sementara kuasa hukum Suryadharma, M Rullyandi, mengatakan, kesaksian JK makin menguatkan kliennya. "Keterangan hari ini Pak JK selaku wapres kita mendengar semua bahwa DOM tidak dipertanggungjawabkan mohon dicatat yaa. Inilah kekeliruan selama ini yang barangkali akan menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim Mahkamah Agung. Terima kasih," ujarnya.

Pada 11 Januari 2016, Suryadharma dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 1,821 miliar. Suryadharma terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji. Suryadharma juga terbukti menyelewengkan dana operasional menteri Rp 1,8 miliar. Penggunaan DOM ditegaskan majelis hakim tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur penggunaan DOM.

Akibat perbuatan Suryadharma secara bersama-sama tersebut, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 27.283.090.068 dan SR 17.967.405. Namun, dalam banding atas vonis ini, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis itu menjadi 10 tahun penjara.

Baca juga: PT Jakarta Ganjar Suryadharma Ali 10 Tahun Penjara

Menanggapi hal tersebut, Jaksa KPK Abdul Basir menegaskan, KPK tidak salah dalam memperkarakan mantan menteri agama periode 2009-2014 itu. Menurut Basir, peraturan DOM yang didakwakan ke Suryadharma sampai tahun 2013 sebelum Peraturan Menteri Keuangan yang baru terbit.

"Kasus posisi sudah terang benderang, sudah surat tuntutan dan putusan dikuatkan juga di pengadilan tinggi. Bahwa yang bersangkutan menggunakan DOM digunakan tidak semestinya. Sefleksibel pengelolaan uang negara pasti ada batasannya. UU membatasi itu, apa batasannya jangan merugikan keuangan negara," kata Basir menerangkan seusai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/7).

Menurut Basir, keterangan JK yang mengatakan meskipun fleksibel, tetapi dalam pengelolaan, harus tetap untuk mendukung tugas sebagai menteri. "Itu yang harus digarisbawahi," ucapnya.

Lebih lanjut Basir menjelaskan, pada aturan DOM yang lama dan baru tidak ada perbedaan mendasar. "Pak JK bilang sepanjang untuk dukungan tugas menteri. Kalau di luar tugas menteri, pasti tidak dibenarkan peraturan undang-undang," ujar Basir.

Baca juga: Ini Tiga Target Suryadharma Ali yang Belum Tercapai

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement