REPUBLIKA.CO.ID, LONDON --Di separuh jalan abad ke-20, lapisan ozon yang menyelimuti bumi semakin tipis. Bahkan di beberapa titik lapisan ozon sudah sama sekali lenyap. Chlorofluorocarbon atau yang umum dikenal sebagai CFC kerap dituding sebagai biang keladi kerusakan ozon.
Lewat kesepakatan Montreal Protocol yang diratifikasi oleh negara-negara anggota PBB, penggunaan CFC mulai diperketat sehingga penipisan ozon dapat diperlambat. Akan tetapi, baru-baru ini studi yang dilakukan Enviromental Investigation Agency (EIA) mengungkap adanya negara yang bandel dalam menggunakan CFC. Lembaga nirlaba yang berbasis di London itu menyebut Cina menyalahi ketentuan penggunaan CFC.
Hasil studi yang dipublikasikan jurnal Nature pada Mei lalu melaporkan sejak awal 1990-an kandungan CFC di atmosfer mulai menurun. Akan tetapi baru pada 2012 laju penipisan ozon juga ikut melambat. Ini artinya masih ada oknum yang ngeyel menggunakan CFC sejak dilarang pada 1996.
Investigasi EIA menemukan adanya sejumlah perusahaan di Cina yang secara ilegal menggunakan CFC-11, bahan kimia yang termasuk dilarang. Perusahaan tersebut masih tetap memanfaatkan CFC-11 karena harganya yang murah dan lebih efektif mengisolasi busa daripada bahan alternatif lain. Pemerintah Cina juga tidak mengambil tindakan apapun dan membiarkan praktik ini terjadi bertahun-tahun.
Untungnya, lewat Montreal Protocol PBB dapat menjatuhkan sanksi berupa denda kepada Cina karena menggunakan bahan kimia CFC secara ilegal. Ancaman tersebut diharapkan bisa mendorong Cina menyetop industri kendati kerusakan sudah terlanjur terjadi.