REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Musim kemarau yang sedang berlangsung sejak April hingga saat ini mulai berdampak pada terganggunya ketersediaan air bersih untuk konsumsi masyarakat. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Rum mengatakan musim kemarau juga sudah berdampak terhadap lahan pertanian, areal perkebunan dan konsumsi hewan ternak.
"Adapun dampak dari musim kemarau ini adalah terjadinya bencana kekeringan di sembilan kabupaten/kota di wilayah NTB," ujar Rum di Mataram, NTB, Senin (9/7).
Sembilan dari sepuluh kabupaten/kota di NTB yang terdampak meliputi Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima, atau minus Kota Mataram.
Rum melanjutkan, berdasarkan perkembangan hasil monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut (HTH) dari BMKG per 30 Juni 2018 atau tergolong kategori ekstrim melanda sejumlah wilayah, mulai dari Kecamatan Sape di Kabupaten Bima dengan 102 HTH; Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima dengan 89 HTH; Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur dengan 97 HTH; Kecamatan Pujut, Lombok Tengah dengan 90 HTH; Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah dengan 89 HTH; Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah dengan 89 HTH; serta Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur dengan 83 HTH.
Sementara itu, lanjut Rum, sejumlah wilayah juga dilanda HTH dengan kategori 31 sampai 60 hari atau kategori sangat panjang yang berpotensi kekeringan di Desa Swela, Desa Aikmel, Desa Labuhan Haji di Lombok Timur; Desa Pemenang di Lombok Utara; Desa Alas di Sumbawa; Desa Wawo dan Desa Soromandi di Kabupaten Bima; dan, Kelurahan Rasa Nae Timur di Kota Bima.
"Dalam mengantisipasi terjadinya krisis air bersih, BPBD NTB telah mengeluarkan edaran kepada BPBD kabupaten/kota," kata Rum.
Surat edaran ini, kata Rum, antara lain meminta BPBD kabupaten/kota mengiventarisir dan memantau wilayah kekeringan terdampak, mendata jumlah kepala keluarga maupun jiwa terdampak, mengambil langkah strategis yaitu memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat akan air bersih, melakukan rapat koordinasi lingkup OPD terkait, BMKG, TNI dan Polri, membahas dampak yang di timbulkan akibat bencana kekeringan, serta mengambil langkah-langkah antisipatif, engikuti dan mencermati perkembangan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG, melaporkan hasil rapat koordinasi disertai dengan data wilayah dan kepala keluarga terdampak.
"Segera menerbitkan SK Bupati tentang siaga darurat bencana kekeringan sesuai dengan kebutuhan waktu dan berdasar pada informasi dari BMKG masing-masing kabupaten/kota," kata dia.