Kamis 05 Jul 2018 17:01 WIB

Panitia PPDB Diminta Awasi Penggunaan SKTM

Jangan sampai SKTM dimanfaatkan agar peserta didik diterima di sekolah negeri.

Sejumlah calon siswa menyerahkan berkas-berkas kelengkapan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 untuk diverifikasi di SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/7).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah calon siswa menyerahkan berkas-berkas kelengkapan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 untuk diverifikasi di SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah meminta panitia penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2018 dari masing-masing sekolah agar melakukan pengontrolan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang digunakan untuk mendaftar masuk sekolah. Hal ini dilakukan agar tidak ada yang memanfaatkan SKTM tersebut untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri.

"Sebelum ditetapkan, harus dilakukan supervisi satu persatu para orang tua yang mendaftar dengan SKTM dan hasilnya disampaikan secara terbuka kepada masyarakat melalui berbagai media atau website sekolah," kata anggota Komisi E DPRD Provinsi, Jateng Muh Zen di Semarang, Kamis (5/7).

Menurut dia, hal itu bertujuan untuk mengantisipasi ketidakjujuran pada pelaksanaan PPDB 2018. Ini juga sekaligus menjawab keraguan dan kekhawatiran masyarakat terkait dengan penyalahgunaan SKTM oleh orang-orang yang mampu dari sisi finansial.

Baca juga, Terkait PPDB, Orang Tua Siswa Bisa Ajukan Class Action

Pengawasan oleh panitia dilakukan dengan turun langsung ke lapangan, tidak cukup hanya melihat satu lembar SKTM. Ia mengatakan, tidak tertutup kemungkinan jika waktu pelaksanaan PPDB 2018 diperpanjang demi menjaga kejujuran dan akuntabilitas.

"PPDB bisa diperpanjang, pengalaman tahun kemarin diperpanjang karena ada beberapa sekolah negeri yang kekurangan murid," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, meminta masyarakat mendukung pelaksanaan PPDB 2018 dengan kejujuran. Misalnya, kata dia, terkait kuota siswa miskin. "Kalau tidak miskin, jangan mengaku miskin," ujarnya.

Gatot menyebutkan, kuota untuk siswa miskin diberikan secara optimal, yakni minimal 20 persen dari total daya tampung siswa baru. Hal ini memberikan kesempatan bagi masyarakat dari kalangan tidak mampu.

Calon peserta didik pun boleh menyertakan SKTM. Namun, SKTM itu harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak disalahgunakan.

Sanksi bagi pelanggar, kata dia, yakni bisa dibatalkan jika diterima di sekolah tempatnya mendaftar. Karena, data dokumen yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya tidak miskin tetapi mengaku miskin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement