Kamis 05 Jul 2018 14:51 WIB

Basarah: Persetujuan Jokowi Soal PKPU Jadi Jaminan Hukum

Basarah menila persetujuan Jokowi sebagai payung hukum regulasi tersebut.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ratna Puspita
Wasekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah menyampaikan keterangan pers dalam peringatan wafat Taufik Kiemas ke-5 di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Jumat (8/6).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wasekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah menyampaikan keterangan pers dalam peringatan wafat Taufik Kiemas ke-5 di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Jumat (8/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah menyebutkan persetujuan Presiden Joko Widodo terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang calon anggota legislatif yang melarang mantan narapidana mendaftar pemilu sebagai aminan hukum. Ia juga menilai persetujuan Jokowi sebagai payung hukum regulasi tersebut. 

Basarah menerangkan presiden selaku kepala negara merupakan pihak yang memiliki kekuatan hukum atau wewenang untuk membuat norma baru, termasuk bersama DPR RI membentuk Undang-Undang. Karena itu, ia mengatakan, PDIP meletakkan pernyataan Jokowi yang menyetujui PKPU tersebut sebagai payung hukum untuk melaksanaan aturan, termasuk melarang mantan narapidana mendaftar caleg. 

"Artinya, PKPU ini sudah ada cantolan hukumnya, karena presiden sudah memiliki political will terhadap kehendak politik, tinggal perintahkan kepada DPR untuk merubah pasal yang membolehkan napi mencalonkan diri menjadi pelarangan napi mencalonkan diri," kata Basarah, Kamis (5/7).

Sebelum mendapatkan persertujuan dr Jokowi, Basarah mengatakan, persoalan PKPU itu bukan soal substansi. Akan tetapi, ia mengatakan, aturan PKPU tersebut bertentangan dengan UU Pemilu yang telah ada.

"Dalam UU Pemilu membolehkan semua warga negara mencalonkan sebagai anggota legislatif," kata dia. 

Basarah menjelaskan, prinsip negara hukum di Indonesia menyebutkan peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya harus bersumber dan berdasar serta tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang ada di atasnya. "Itu prinsip hierarki norma hukum di Indonesia," kata dia.

Jadi, kalau ada peraturan perundang-undangan di bawahnya, seperti PKPU bertentangan dengan UU Pemilu, maka peraturan itu secara otomatis tidak berlaku. Kalaupun aturan tersebut diuji materi, misalnya PKPU ini diuji ke oleh Mahkamah Agung (MA), Basarah yakin pasti akan digugurkan aturan tersebut.

Kendati demikian, Basarah menegaskan, tidak ada perubahan sikap PDIP soal PKPU. "Kalau substansinya menolak napi sebagai calon anggota legislatif, kami sepakat," kata Basarah. 

Basarah mengatakan hal yang dipersoalkan sebelumnya terkait pertentangan norma dalam PKPU dan UU Pemilu. "Jadi pada waktu itu, kami berpandangan, kalau ada peraturan KPU yang bertentangan dengan UU, lalu diuji ke MA dan aturan itu dibatalkan sementara tahapan legislatif sedang berjalan, ini mengganggu jadwal tahapan dan menyibukkan partai pada hal yang tidak perlu. Jadi kami berpegang pada prinsip negara hukum bukan negara kekuasaan atas tafsir lembaga yang berkuasa," tegasnya.

Dia menegaskan, sejak awal PDIP setuju mantan napi korupsi, narkoba, pedofilia dan terorisme harus dilarang mencalonkan sebagai anggota legislatif. "Jadi tidak ada yang berubah dengan sikap hukum PDI Perjuangan, terutama soal norma larangan napi mencalonkan diri dari PKPU tersebut. Tapi kita hanya ingin memberikan pendidikan Setelah Presiden menyetujui PKPU melarang narapidana korupsi mencalonkan diri. Belakangan, PDIP ikut mendukung PKPU tersebut setelah sebelumnya keras menolak. 

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partainya menanggapi positif atas keputusan Menkumham yang telah menandatangani PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. PDIP mengaku selalu berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan Keamanan (Menkumham) Yasonna H Laoly. 

Hasto menambahkan, dukungan terhadap PKPU tersebut sekaligus memberi kepastian hukum dan dasar legalitas untuk meningkatkan kualitas caleg. Bagi PDIP, mereka yang terkena OTT dan terbukti melakukan korupsi kemudian diberi sanksi pemecatan dari Partai, maka secara otomatis tidak bisa dicalonkan karena tidak lagi menjadi anggota Partai.

“Bagi PDI Perjuangan, mereka yang terkena OTT dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sudah diberi sanksi pemecatan dari Partai, dengan demikian secara otomatis tidak bisa dicalonkan, karena tidak lagi menjadi anggota Partai,” kata Hasto. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement