Rabu 04 Jul 2018 04:41 WIB

Calon Pemimpin Perempuan dan Pejawat Kerja Keras di Pilkada

Pemilih sudah lebih cerdas menentukan calon yang dipandang paling layak.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Gubernur Jawa Timur terpilih versi hitung cepat, Khofifah Indar Parawansa
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Gubernur Jawa Timur terpilih versi hitung cepat, Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018, terlihat pemimpin perempuan masih membutuhkan waktu dan kesempatan yang lebih luas di tingkat provinsi. Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI Aditya Perdana menjelaskan, hal ini terlihat dari hanya ada satu calon gubernur (Khofifah-Jawa Timur) dan satu calon wakil gubernur (Chusnunia-Lampung) yang berhasil menang kontestasi.

Khofifah dan Chusnunia merupakan perwakilan pemenang dari total dua calon gubernur dan lima calon wakil gubernur yang ikut bertarung dalam Pilkada. "Ini menunjukkan, harus ada kesempatan untuk memperbanyak jumlah perempuan sebagai kepala daerah di level provinsi," tutur Aditya melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (3/7).

Aditya mencontohkan Khofifah. Ia membutuhkan tiga kali Pilkada hingga akhirnya dapat membuktikan bahwa perempuan juga memiliki kesempatan memperoleh kursi gubernur dengan perjuangan yang keras.

Selain terkait pemimpin perempuan, Aditya juga melihat kerja keras juga dibutuhkan oleh gubernur pejawat. Hanya tiga pejawat yang diperkirakan akan tetap bertahan menurut perhitungan cepat. Mereka adalah Ganjar Pranowo (Jawa Tengah), Ali Mazi (Sulawesi Tengah) dan Abdul Gani Kasuba (Maluku Utara).

Sementara itu, kemungkinan besar, tiga gubernur akan terhenti di tahun ini, takni, Rido Ficardo (Lampung), Said Assegaf (Maluku) dan Lukas Enembe (Papua). Selain itu, sebanyak delapan wakil gubernur (Riau, Sumsel, Jabar, Jatim, Sulsel, Bali, NTT, dan NTB) tidak berhasil melanjutkan periode kepemimpinannya.

Aditya melihat, data ini ingin mengonfirmasi bahwa gubernur dan wakil gubernur pejawat tidak memiliki jaminan dapat melanjutkan kepemipinannya dengan mudah. "Banyak faktor yang menyebabkannya, termasuk persoalan kinerja selama menjabat yang belum tentu disukai pemilih," ujarnya.

Tapi, gubernur yang berhasil melanjutkan kepemimpinannya juga harus melalui perjalanan tidak mudah. Aditya memberi contoh Ganjar Pranowo yang pada survei sebelumnya ia berada di kisaran 70 persen, namun hasil akhirnya di kisaran 55 persen. Artinya, pemilih ini sudah memiliki informasi yang cukup memadai sehingga dengan mudah dapat menjatuhkan pilihannya untuk memberikan 'hukuman' atau 'penghargaan' kepada para pejawat dalam Pilkada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement