Senin 02 Jul 2018 18:39 WIB

Masih Pantaskah Mantan Koruptor Nyaleg?

Pemerintah mempersoalkan larangan mantan napi koruptor menjadi caleg

Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto:
Seragam koruptor tahanan KPK (Ilustrasi)

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, PKPU tersebut dapat diterapkan secara otomatis tanpa diundangkan oleh Kemenkumham. Terlepas dari sikap berbagai lembaga lainnya, dia menegaskan, KPU tetap akan mencantumkan aturan larangan bagi mantan koruptor menjadi caleg DPD maupun DPR dan DPRD.

Sebelumnya, KPK juga telah menyatakan dukungan atas regulasi pencalonan caleg yang diwacanakan KPU. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menekankan, hak para mantan napi korupsi memang sewajarnya sangat dibatasi karena risikonya akan jauh lebih besar bila mereka menjadi pemimpin politik ke depannya.

Sebaliknya, Presiden Joko Widodo pada bulan lalu menyatakan, bersaing dalam kontestasi pemilu legislatif adalah hak konstitusional semua warga, termasuk mantan koruptor. Karena itu, ia ingin KPU kembali mempertimbangkan pemberlakuan larangan tersebut.

photo
Presiden Joko Widodo.

Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Erwin Natosmal Oemar setuju dengan diberlakukannya aturan agar mantan koruptor tidak bisa mengikuti menjadi calon legislatif dan mengikut pemilu. Jika ini tidak diberlakukan maka bisa berdampak pada integritas pemilihan umum (pemilu).

Dia menuturkan, aturan ini secara hukum bisa diberlakukan dalam pemilu legislatif yang akan datang. Secara psikologis dan realitas di negara-negara yang berusaha untuk maju dalam hal pemberantasan korupsi, mereka yang pernah berhubungan dengan tindak kejahatan termasuk korupsi bahkan dihilangkan hak politiknya. Sehingga mereka tidak bisa menjabat di lembaga pemerintah maupun anggota dewan.

"Sehingga masuk akal jika KPU memang mengeluarkan aturan ini. Karena (PKPU) ini berdampak positif terhadap integritas pemilu," ujar Erwin, Senin (2/7).

 

Bersaing dalam kontestasi pemilu legislatif adalah hak konstitusional semua warga, termasuk mantan koruptor. (Presiden Jokowi)

Erwin menuturkan, ada studi yang membandingkan hubungan antara integritas pemilu, korupsi, dan demokrasi. Studi ini menerangkan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk membuat masyarakatnya bisa hidup sejahtera, salah satunya dengan memberikan aturan bahwa orang-orang yang bermasalah harus dibatasi gerak-geriknya. Dengan demikian mereka yang dulunya melakukan kejahatan tidak bisa bertindak semaunya.

"Jadi jika kualitas demokrasinya bagus akan berimbas pada kesejahteraan publik. Itu hasil sebuah studi," ujar Erwin.

Terpisah, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid mengatakan partainya mendukung keluarnya peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif (caleg). Hidayat menilai PKPU itu merupakan bentuk komitmen dalam pemberantasan korupsi.

"PKS sangat mendukung segala upaya memberantas korupsi termasuk dikeluarkannya PKPU sebagai tindakan preventif," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Hidayat menilai PKPU larangan tersebut merupakan tindakan preventif agar sejak dari hulu hingga hilir, proses demokrasi steril dari masalah korupsi termasuk keberadaan eks narapidana kasus tindak pidana korupsi. Menurutnya, aturan larangan bagi eks-narapidana korupsi menjadi caleg sudah tepat, karena masih banyak warga masyarakat yang tidak terjerat kasus korupsi dan berkesempatan menjadi caleg.

LATAR NAPI KORUPSI

DPR/DPRD:132orang

Eselon I/II/III: 119 orang

Kepala daerah: 65 orang

Menteri (setingkat): 23 orang

Hakim:15 orang Dubes: 2 orang

Komisioner:1 orang

Sumber:Data KPK

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement