Senin 02 Jul 2018 18:39 WIB

Masih Pantaskah Mantan Koruptor Nyaleg?

Pemerintah mempersoalkan larangan mantan napi koruptor menjadi caleg

Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto: republika
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fauziah Mursid, Dian Erika Nugraheny, Dian Fath Risalah, Debbie Sutrisno

JAKARTA -- Pemerintah lewat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap pada sikapnya, jika Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut pencalonan anggota legislatif, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah mempersoalkan pemberlakuan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD yang salah satu isinya, melarang mantan narapidana kasus korupsi ikut serta pencalonan anggota legislatif. Pemerintah belum menganggap regulasi itu berlaku secara mutlak.

"Posisi pemerintah kan sudah jelas waktu rapat dengar pendapat, posisinya itu bahwa pemerintah kan regulator bersama DPR apa yang sudah ada di UU Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017-Red) itu," ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar saat dihubungi, Ahad (1/7).

Bahtiar menegaskan, pemerintah mendukung langkah pemberantasan korupsi yang ingin memastikan calon anggota legislatif bersih dari korupsi. Namun, mereka berkeras menilai langkah itu harus tetap berpegang teguh pada aturan perundangan.

Rencana KPU melarang mantan napi korupsi mencalonkan diri dalam pemilu legislatif sudah beredar sejak awal tahun ini. KPU berdalih hal tersebut penting dilakukan untuk mencegah tindak pidana korupsi oleh anggota legislatif pusat maupun daerah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini mencatat, anggota dewan adalah kelompok yang paling kerap kedapatan melakukan pidana tersebut, baik dalam bentuk gratifikasi maupun pembengkakan anggaran dalam pembahasan. Pihak partai politik di DPR telah secara terbuka menyatakan penolakan terhadap larangan tersebut.

Bagaimanapun, larangan tersebut akhirnya resmi berlaku melalui PKPU Nomor 20/2018 mulai Sabtu (30/6). Aturan itu akan diterapkan menjelang pendaftaran kandidat caleg pada 4 hingga 17 Juli nanti. Adapun larangan itu ada dalam pasal 7 ayat 1 huruf (h) yang berbunyi, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.

Aturan itu sudah bisa dijadikan pedoman dan sudah pasti diterapkan dalam Pemilu 2019

Di sisi lain, UU Pemilu tidak melarang mantan narapidana maju menjadi caleg dengan syarat harus mengumumkan pernah menjadi narapidana korupsi. "Jika diberi kesempatan pun belum tentu parpol mencalonkan (mantan napi korupsi) karena ada risiko-risiko politiknya kan kalau dia memajukan caleg mantan napi korupsi," ungkap Bahtiar.

Pemberlakuan aturan tersebut, kata Bahtiar, cenderung berujung pada sengketa yang panjang. Terlebih, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU memiliki pandangan berbeda terhadap norma tersebut, khususnya jika ada calon anggota legislatif yang dicoret KPU karena PKPU bersangkutan.

Pihak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) juga terkesan masih menganggap pemberlakuan PKPU Nomor 20/2018 bermasalah. "Kami akan lakukan koordinasi terus dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri serta kementerian dan lembaga terkait. Kami semua sudah sepakat untuk mencarikan jalan keluar yang terbaik," kata Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana kepada Republika.co.id.

Baca juga: KPU Persilakan PKPU Larangan Koruptor Nyaleg Digugat ke MA

Menurut dia, Kemenkumham, KPU, dan Bawaslu juga telah membahas masalah tersebut pada Jumat (29/6) sore. Namun, Widodo enggan membeberkan lebih lanjut hasil pertemuan itu karena menilai itu sudah termasuk kewenangan penyelenggara pemilu.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik, Donal Fariz mendukung sepenuhnya dan mengapresiasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan peraturan KPU (PKPU) tentang larangan terhadap mantan koruptor, penjahat seksual anak dan bandar narkoba untuk maju sebagai calon anggota legislatif. ICW berharap aturan ini mampu menghadirkan caleg-caleg berintegritas dan berkualitas.

"Kami mendukung sepenuhnya dan mengapresiasi KPU yang konsisten sehingga larangan tersebut diatur," kata Donal dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Senin (2/6).

Menurutnya, sudah sepatutnya koruptor dilarang untuk nyaleg. Seharusnya, sambung dia, menjadi tugas partai untuk menolak mengusung mantan napi korupsi untuk nyaleg. "Tapi karena tidak dikerjakan maka KPU yang ambil peran," ujarnya.

Aturan eks koruptor, penjahat seksual dan bandar narkoba tak bisa nyaleg tertuang dalam pasal 7 poin 1 huruf h PKPU Nomor 10 Tahun 2018 yang terbit, Sabtu (30/6) lalu. Berikut bunyinya:

"Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi."

photo
Mantan napi koruptor dilarang nyaleg.

PKPU ini yang akan menjadi pedoman KPU dalam melaksanakan tahapan pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. "Aturan itu sudah diumumkan di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) KPU," ujar Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, Sabtu (30/6).

Berdasarkan pantauan di laman JDIH KPU, aturan tersebut sudah diunggah sejak Sabtu (30/6) sore dan dapat diunduh oleh masyarakat umum. Pramono menegaskan, PKPU ini sudah bisa dijadikan pedoman dalam pendaftaran caleg mulai 4 Juli mendatang.

"Dengan demikian aturan itu sudah bisa dijadikan pedoman dan sudah pasti diterapkan dalam Pemilu 2019," ungkapnya.

Pemberlakuan larangan mantan napi korupsi mencalonkan diri dikonfirmasi oleh Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Sabtu (30/6) sore. "Dengan demikian, aturan itu sudah bisa dijadikan pedoman dan sudah pasti diterapkan dalam Pemilu 2019," kata Pramono.

Baca juga: Hidayat: PKS Dukung PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement