REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dadang Kurnia
Pendaftaran Pilpres 2019 sebentar lagi dibuka. Belum ada nama lain muncul selain calon pejawat Joko Widodo yang menyatakan maju menjadi capres.
Banyak pihak memprediksi Pilpres 2019 hanya akan menghadirkan dua poros. Namun, keyakinan munculnya poros ketiga juga tetap kuat.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai kemungkinan untuk membuat poros ketiga pada pemilihan presiden 2019 masih sangat sulit. Sejumlah partai mengklaim bakal menentukan arah koalisi pascapilkada 2018. Namun, peluang untuk memunculkan poros ketiga sangat kecil.
Menurut Arsul, poros ketiga yang diproyeksikan akan diisi oleh Partai Amanat Nasional (PAN), Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga akan sulit terbentuk. Sebab, ketiga partai politik tersebut dinilai sudah pada tahap penentuan calon presiden dan wakil presiden yang akan mereka usung.
Arsul menuturkan, saat ini yang tersedia hanya ada dua, yaitu capres dan cawapres. Dua posisi itu akan diperebutkan oleh tiga partai tersebut. "Lalu, siapa yang akan mengalah? Kalau harus mengalah di poros alternatif, ya, perhitungannya mending masuk ke koalisi pengusung Jokowi karena peluang menang lebih besar," tutur Arsul, Ahad (1/7).
Arsul menambahkan, tidak logis apabila partai sudah mengalah di poros alternatif sementara peluang menangnya tidak lebih besar daripada mengusung Jokowi. Kecuali, kata dia, partai itu memang “dibeli” dengan uang di depan saja. Namun, Arsul tidak yakin ada partai yang hanya mau melangkah di pilpres 2019 atas dasar prinsip dibeli semata.
Wasekjen PPP Achmad Baidowi melihat hasil pilkada 2018 tidak serta-merta memberikan pengaruh terhadap Pemilu 2019, termasuk terkait kemungkinan munculnya poros ketiga setelah kemenangan partai politik Islam di sejumlah daerah saat pilkada.
Sejauh ini, poros alternatif masih berupa sebuah wacana dan belum ada bentuk yang konkret. Sebab, yang terjadi baru dua poros, yakni Jokowi sebagai pejawat dan Prabowo Subianto. "Jadi, hasil pilkada belum bisa digambarkan sebagai polarisasi dukungan politik untuk capres," ujar Baidowi.
Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan masih optimistis poros ketiga pada pilpres 2019 dapat dibentuk. Menurut dia, perhitungan dan langkah politik masih sangat dinamis hingga menjelang pendaftaran capres dan cawapres mendatang.
Demokrat mengaku tetap membuka diri untuk berdialog dan melakukan lobi politik dengan parpol lain untuk mewujudkan poros ketiga di luar dua poros yang sudah ada, yakni Jokowi dan Prabowo. “Semua dinamis dan sangat terbuka dialog dan lobi,” ujar Hinca.
Hinca menegaskan, partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini masih optimistis dengan segala kemungkinan poros ketiga. Menurut dia, tidak ada kamus pesimisme dalam politik. “Sebelum tanggal 10 Agustus berakhir, semua bisa terjadi,” ujar dia.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Hurriyah, menilai hasil pilkada akan menjadi indikator untuk pilpres. Namun, pilihan parpol dan pilihan masyarakat pemilih kerap berbeda. Dalam pilkada dan pilpres, pemilih cenderung bebas dari keterikatan pilihan parpol.
"Ini mengapa jumlah dukungan suara parpol belum tentu memastikan kemenangan kandidat yang diusung," tutur Hurriyah yang merupakan wakil direktur Pusat Kajian Politik FISIP UI ini.
Dengan demikian, ketepatan atau kekeliruan partai memilih figur yang diusung menjadi sangat menentukan. Mesin kampanye figur juga sangat berperan. Mereka biasanya justru merupakan jaringan pendukung dan relawan yang bukan dari parpol. Hurriyah menyebutnya sebagai non-political party machine, pihak yang dipilih karena kerja mesin partai tidak efektif dalam mobilisasi dukungan pemilih.
Cawapres
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengaku tidak ingin maju menjadi calon wakil presiden pada pemilihan presiden 2019. Maka dari itu, lanjut Mahfud, dirinya tidak melakukan upaya-upaya mempromosikan diri agar ada yang mengusungnya menjadi cawapres 2019.
"Saya tidak ingin (menjadi calon wakil presiden 2019). Karena, kalau ingin, saya pasti akan melakukan upaya-upaya atau langkah-langkah, seperti memasang baliho-baliho dan sebagainya," kata Mahfud saat ditemui di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Ahad.
Namun, Mahfud tidak menutup diri. Artinya, ketika ada partai politik yang melamarnya, dan itu sesuai dengan visi-misinya, bukan tidak mungkin Mahfud menerima pinangan tersebut.
"Bukan berarti saya tidak mau. Kalau tidak mau, berarti sama sekali tidak akan maju. Kalau ternyata nanti sejarah mengatakan saya harus maju, ya, bisa saja. Silakan, tapi saya tidak menawarkan diri," ujar Mahfud.
Mahfud juga menyatakan tidak dapat maju sendiri untuk mengikuti persaingan pilpres. Sebab, harus ada calon presiden dan partai politik yang bersedia mengusungnya pada kontestasi lima tahunan tersebut.
Namun, Mahfud menegaskan tidak pernah menawarkan diri. "Saya tidak bisa maju sendiri, hanya bisa dimajukan. Kita serahkan saja sepenuhnya kepada capres dan partai politik pendukung," kata Mahfud.
(adinda pryanka, Pengolah: agus raharjo).