Sabtu 30 Jun 2018 14:27 WIB

Jenis Pelanggaran Terbanyak di Pilkada 2018 Menurut Bawaslu

Bawaslu merekomendasikan pemungutan ulang di 110 TPS.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Warga menggunakan hak pilihnya di Pilkada Jawa Barat, Depok, Rabu (27/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga menggunakan hak pilihnya di Pilkada Jawa Barat, Depok, Rabu (27/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengungkapkan, Bawaslu menemukan sejumlah pelanggaran selama pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 berlangsung, baik pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana. Menurutnya, pelanggaran administrasi menjadi pelanggaran yang paling dominan selama pilkada serentak berlangsung pada Rabu (27/6) lalu.

"Misalnya, tidak dibuka sejak jam 07.00. Tidak diberi arahan kepada kemilih bagaimana cara memilih, atau ada juga KPPS yang mengarahkan pemilih untuk memilih salah satu paslon. Atau daftar DPT tidak terdapat di TPS," ujar Fritz di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (30/6).

Bawaslu pun merekomendasikan sebanyak 110 TPS untuk dilakukan pemungutan suara ulang. Dasar dilakukannya pemungutan suara ulang jika mengacu pada Pasal 59 PKPU Nomor 8 Tahun 2018 yaitu adanya pembukaan kotak suara yang tidak sesuai dengan prosedur.

"Ada yang dibuka pada malam sebelumnya, atau saat perjalanan dari TPS ke PPK," katanya.

Selain itu, terkait adanya laporan politik uang, Untuk sementara Bawaslu menemukan adanya 40 laporan terkait adanya indikasi kecurangan pada pilkada lalu. Fritz mengatakan dari 40 laporan, sebanyak 37 laporan akan ditindaklanjuti oleh Bawaslu.

Sementara itu terkait neralitas aparatur sipil negara (ASN), Bawaslu mendapatkan laporan sebanyak 35 kasus. Namun ia menjelaskan ASN yang terlibat bukan berasal dari anggota TNI dan Polri.

Meskipun masih banyak kekurangan secara keseluruhan Fritz menganggap pelaksanaan pilkada kali ini sudah hampir sesuai dengan rencana meskipin ada beberapa hal yang perlu dievaluasi terkait TPS dan DPT.

Sebelumnyam Ketua Bawaslu, Abhan, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU), mencermati temuan kasus DPT ganda dalam Pilkada 2018. Menurut Abhan, hal ini penting mengingat daftar pemilih Pilkada tahun ini menjadi basis data untuk Pemilu 2019.

"Nanti saya akan sampaikan ke KPU soal data pemilih yang ganda ini. Sebab, ke depannya ini akan menjadi basis DPT Pemilu 2019. Karena itu, semua harus valid," kata Abhan di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (27/6).

photo
Pilkada Serentak 2018

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement