Sabtu 30 Jun 2018 10:06 WIB

Mesin Politik PKS Paling Efektif, Tetapi Figur Menentukan

Ketepatan atau kekeliruan partai memilih figur yang diusung sangat menentukan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Calon gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah. Berdasarkan hasil hitung cepat, kandidat yang diusung PDIP, PKS, dan PAN, memenangkan Pilkada Sulsel 2018.
Foto: ROL/Fian Firatmaja
[Ilustrasi] Calon gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah. Berdasarkan hasil hitung cepat, kandidat yang diusung PDIP, PKS, dan PAN, memenangkan Pilkada Sulsel 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Indonesia Hurriyah berpendapat PKS menjadi partai dengan mesin politik yang paling efektif untuk memobilisasi dukungan massa pada Pilkada Serentak 2018. Akan tetapi, faktor ketokohan atau figur masih sangat berpengaruh dalam menentukan perolehan suara. 

Hurriyah menjelaskan, faktor figur dengan popularitas dan elektabilitas yang tinggi masih sangat berpengaruh. Sistem ini sudah terjadi sebagaimana dalam pilkada-pilkada sebelumnya. 

“Dengan demikian, ketepatan atau kekeliruan partai memilih figur yang diusung menjadi sangat menentukan,” kata dia Hurriyah ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (30/6). 

Hurriyah menerangkan kinerja PKS terlihat pada Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kandidat yang didukung PKS, yakni Sudrajat-Ahmad Syaikhu di Jawa Barat dan Sudirman Said-Ida Fauziyah di Jawa Tengah, tidak diunggulkan.

Pada survei-survei sebelum pemungutan suara Rabu (27/6) lalu, Sudrajat-Syaikhu atau disebut Pasangan Asyik kerap menempati posisi ketiga atau bahkan terakhir. Sementara Sudirman-Ida diprediksi hanya bakal meraup suara maksimal 30 persen.

Kendati demikian, dua pasangan ini berhasil membalikan prediksi survei. Hurriyah berpendapat hasil ini bukan tanpa sebab karena militansi kader PKS sangat intensif di media sosial.

Ia mengatakan mereka sangat aktif melakukan kampanye online, di samping kampanye offline, yakni direct selling dengan mendatangi calon pemilih. "Cara ini turut berdampak meyakinkan calon pemilih untuk mendukung paslon yang didukung PKS," tutur dia.

Kendati demikian, kedua pasangan ini masih kalah lantaran figur atau ketokohan lawan yang terlalu kuat. Figur tersebut, yaitu Ridwan Kamil di Jawa Barat dan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah. 

Hurriyah menambahkan kandidat dengan lebih populer bukan berarti tidak membutuhkan mesin politik. Ia mengatakan, mesin kampanye figur juga sangat berperan, di mana biasanya jaringan pendukung dan relawan yang bukan dari parpol. 

Dengan kata lain, kemenangan figur lebih disebabkan karena modal dan mesin politiknya sendiri. Hurriyah menyebutnya sebagai non political party machine

"Mereka dipilih karena kerja mesin partai tidak efektif dan tidak all out dalam memobilisasi dukungan pemilih," ujar wakil direktur eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI tersebut. 

Hurriyah pun menyebut Nurdin Abdullah-Andi Sulaiman pada PIlkada Sulsel 2018 yang mampu mengkombinasikan keduanya, yakni mesin politik partai, dan ketokohan yang didukung mesin politik sendiri. Kemenangan pasangan yang didukung oleh PKS, PDIP, dan PAN menunjukkan bahwa figur mampu bekerja efektif.

Dalam menggalang suara pemilih, Hurriyah menambahkan, ketokohan bupati Bantaeng itu berpadu dengan partai pendukungnya. Selain itu, bupati pertama bergelar profesor tersebut juga mendapat bantuan kelompok relawan pendukung Joko Widodo. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement