Sabtu 30 Jun 2018 03:41 WIB

Pengamat: Hasil Pilkada tak Bisa Jadi Tolok Ukur Pilpres

Pengamat menilai hasil pilkada serentak tak bisa jadi satu-satunya acuan pilpres.

Pangi Syarwi Chaniago, Pengamat Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting.
Foto: dok. Pribadi
Pangi Syarwi Chaniago, Pengamat Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 tidak bisa sepenuhnya dijadikan tolok ukur untuk pemilihan presiden (pilpres) 2019. Meski PDIP dan Gerindra mendapatkan hasil yang kurang memuaskan, namun tak berarti hasil itu akan banyak berpengaruh kepada capres yang diusung kedua parpol itu.

"Apakah ini jadi tolok ukur untuk Pak Jokowi dan Prabowo? Tidak juga," katanya, Jumat (30/6).

Menurut Pangi, kemenangan atau kekalahan parpol di pilkada serentak tidak bisa dijadikan satu-satunya acuan. Sebab, mayoritas calon kepala daerah bukan berasal dari internal parpol. "Sebab tidak banyak kader inti parpol bertarung di pilkada. Kandidat-kandidat mayoritas bukan kader partai, mereka hanya sebatas menyewa perahu," ujarnya.

Pangi melanjutkan, kekalahan PDIP di pilkada serentak tidak bisa disimpulkan menjadi penghambat kemenangan Jokowi di 2019. Mengingat kandidat-kandidat yang mengalahkan calon-calon kepala daerah dari PDIP juga banyak yang bukan kader partai nonpemerintah.

Dia mencontohan Pilkada Jawa Timur dan Jawa Barat. Hasil hitung cepat, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak memenangkan Pilkada Jatim dan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum di Jawa Barat. "Khofifah bisa jadi kabar baik bagi Pak Jokowi, karena Khofifah kan bukan kader partai. Ridwan Kamil juga walaupun diusung Nasdem tapi kan tidak ada deklarasi kalau dia jadi kader (Nasdem)," jelasnya.

Selain itu, secara personal Khofifah dan Ridwan Kamil memiliki kedekatan dengan Jokowi. Sementara untuk tokoh-tokoh dari luar parpol yang ingin maju di pilpres, Pangi menilai hal tersebut yang agak sulit. Namun, hal tersebut bukan dikarenakan hasil pilkada, melainkan peluang untuk mendapat dukungan dari parpol yang cukup sulit.

"Peluang dilirik partai, saya lihat belum ada. Kalau komunikasi, penjajakan itu biasa, tapi yang serius enggak ada," katanya lagi.

Alasan partai tidak tertarik dengan tokoh-tokoh dari luar, sebab mereka memiliki calon yang sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari. "Seperti koalisi PKS dan Gerindra misalnya, jika Prabowo jadi maju, apa PKS akan rela memberikan kursinya ke Pak Gatot Nurmantyo. Saya pikir tidak, lebih baik untuk sembilan kadernya yang diusulkan jadi cawapres Prabowo," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement