REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 10 calon kepala daerah yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) meraih kemenangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 versi hitung cepat di berbagai lembaga survei. Hasil ini membuat PAN makin percaya diri mengusung calon presiden (capres) alternatif di luar Joko Widodo (Jokowi) dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019.
"Kalau disangkutpautkan dengan koalisi pilpres tentu kami yakin nilai bargaining PAN menjadi bertambah. Dengan hasil ini terbukti bahwa PAN bisa digerakkan. Kalau kecenderungan kami insya Allah kami ingin menghadirkan calon alternatif di luar Pak Jokowi," kata Ketua DPP PAN Yandri Susanto saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (29/6).
Ke-10 daerah yang dimenangkan PAN adalah Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Timur, dan Bali. Kemudian, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Selain itu, PAN juga banyak menang di kabupaten/kota dan hampir setengahnya adalah murni kader. Di Jawa Timur, mesin politik PAN yang tertinggi meggerakkan kemenangan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak.
"Di daerah saya di Kota Serang, kita bisa menumbangkan dinasti. Itu artinya luar biasa karena dinasti bisa kita kalahkan," ujarnya.
Yandri menambahkan, beberapa kemenangan di pilkada ini tentu meningkatkan kepercayaan diri para kader untuk menatap pesta demokrasi 2019 nanti. Bukan hanya pilpres, melainkan juga pemilihan legislatif (pileg). Apalagi, pihaknya sudah membuktikan di pilkada serentak bahwa kadernya bisa menggerakkan roda organisasi, menggerakkan mesin politik, dan terbukti berhasil.
"Jadi, itu pasti menambah rasa percaya diri kami untuk bisa lebih memenangkan pertarungan ataupun politisasi di tahun 2019," kata Yandri.
Pascapilkada ini, Yandri mengatakan bahwa komunikasi dengan partai-partai lain dalam waktu dekat ini akan diintensifkan. Kemudian, terkait koalisi yang bakal dibangun untuk pilpres 2019, tentu yang paling dekat dengan Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), serta Partai Demokrat yang memang belum mendeklarasikan diri bergabung pada koalisi pendukung Joko Widodo.
Selanjutnya, untuk calon yang akan diusung, PAN menawarkan Ketua Umum Zulkifli Hasan sebagai calon wakil presiden (cawapres). Namun, koalisi yang ingin dibangun ini tidak ada titik temu atau masing-masing pimpinan partai koalisi ngotot untuk maju sebagai capres atau cawapres maka akan dicari solusinya. Salah satunya adalah dengan menghadirkan calon di luar partai.
"Ada Anies Baswedan, ada Gatot Nurmantyo. Artinya dalam waktu dekat ini pemikiran akan sudah mengerucut ke sana. Kami tidak ingin ada calon tunggal, masa 760 juta penduduk Indonesia hanya Pak Jokowi saja capresnya. Kami berkhidmat untuk mengahdirkan calon alternatif, biarlah ada pilihan di tengah-tengah rakyat siapa pemimpin yang terbaik di masa yang akan datang," kata anggota Komisi II DPR RI itu.
Selanjutnya, Yandri juga menyatakan, pilkada serentak 2018 menunjukkan mesin PAN solid memenangkan paslon yang diusung. Sehingga, hasil pilkada serentak ini menjadi pemantik semangat untuk bertarung di pilpres 2019. "Selain itu, juga menjadi sinyal kuat bagi PAN untuk dapat bertarung dengan efektif di tahun politik tahun 2019," tuturnya.
Sebelumnya, Zulkifli Hasan juga tidak memungkiri jika kemenangan di pilkada serentak akan menentukan arah koalisi pilpres 2019. Namun, tetap bergantung pada kombinasi pasangan capres-cawapres dan partai koalisi. Akan tetapi, Zulkfili masih belum ingin menyampaikan arah dukungan partai berlambang matahari terbit itu. "Walaupun hasil pilkada ini menjadi faktor penentu, masih ada faktor lainnya yang harus dipenuhi dalam menentukan arah koalisi di pilpres nanti," tutur Zulkifli.