Kamis 28 Jun 2018 17:25 WIB

Fredrich Yunadi Divonis Tujuh Tahun Penjara

Fredrich dinilai terbukti menghalangi penyidikan terhadap Setya Novanto di KPK.

Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/5).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Fredrich Yunadi divonis tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/6). Fredrich dinilai terbukti merintangi pemeriksaan Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP-el.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Fredrich Yunadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi penyidikan perkara korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun ditambah denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama lima bulan," kata hakim Saifuddin Zuhri, Kamis.

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut agar Fredrich divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis hakim yang terdiri atas Saifuddin Zuhri, Mahfuddin, Duta Baskara, Titi Sansiwi dan Sigit menyatakan Fredrich terbukti berdasarkan dakwaan Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mengakui perbuatan dan tidak berterus- terang, tidak membantu pemerintah untuk mendukung program pemberantasan korupsi, terdakwa menunjukkan sikap tutur kata kurang sopan dan mencari-cari kesalahan pihak lain," tambah Hakim Saifuddin.

Sedangkan hal yang meringankan adalah Fredrich belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga. Fredrich sebagai pengacara mantan ketua DPR, Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-el. Namun, Fredrich memberikan saran agar Setya Novanto tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK dengan alasan untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari Presiden, selain itu melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.

Pada 15 November 2017, Setnov tidak datang memenuhi panggilan Penyidik KPK dan penyidik pun datang ke rumah Setnov pada malam harinya dan menemukan Fredrich di rumah itu. Saat ditanya keberadaan Setnov, Fredrich mengaku tidak mengetahui padahal sebelumnya ia menemuI Setnov di gedung DPR. Setnov sudah lebih dulu pergi dari rumah bersama Azis Samual dan Reza Pahlevi (ajudan Setnov) menuju Bogor dan menginap di Hotel Sentul.

Pada 16 November 2017, Fredrich menghubungi dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo untuk meminta bantuan agar Setnov dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosis menderita beberapa penyakit. Salah satunya, adalah hipertensi.

Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak melakukan penahanan kepada Setnov. Namun, Fredrich menolak penahanan tersebut dengan dalih tidak sah karena Setnov sedang dalam kondisi dirawat inap, padahal setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim dokter dari ikatan Dokter indonesia (IDI) di RSCM kesimpulannya menyatakan bahwa Setnov dalam kondisi mampu untuk disidangkan (fit to be questioned).

"Terdakwa terbukti merintangi atau menggagalkan penyidikan Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP-el. Terdakwa tidak sendirian tapi bekerja sama dengan dokter Bimanesh Sutardjo, padahal dokter Bimanesh mengetahui Setya Novanto dicari-cari KPK tapi malah dimasukkan ke RS dengan melanggar SOP rumah sakit, sehingga unsur bersama-sama memenuhi," kata hakim Sigit.

Terhadap putusan itu, Fredrich langsung menyatakan banding. "Kami menyatakan banding, hari Kamis juga kami membuat akta banding," kata Fredrich dengan nada emosi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement