Kamis 28 Jun 2018 02:35 WIB

Tiga Faktor Penentu Pemenang Pilkada Serentak 2018

Ketiganya, yakni politik identitas, pesona tokoh, dan migrasi suara.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ratna Puspita
Pasangan calon gubernur Sumatera Utara nomor urut 1 Edy Rahmayadi - Musa Rajekshah menyampaikan orasi kemenangan di Posko Pemenangan Eramas, Kota Medan, usai unggul dalam hasil hitung cepat pada Rabu (27/6).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Pasangan calon gubernur Sumatera Utara nomor urut 1 Edy Rahmayadi - Musa Rajekshah menyampaikan orasi kemenangan di Posko Pemenangan Eramas, Kota Medan, usai unggul dalam hasil hitung cepat pada Rabu (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Denny JA, menyebutkan, terdapat tiga hal yang menyebabkan menang-kalah pada Pilkada Serentak 2018. Hal ini berdasarkan analisis dari 10 provinsi dan 9 kabupaten/kota yang hitung cepat (quick count) dihimpun oleh LSI, Rabu (27/6).

"Pertama, politik identitas, banyak sekali hubungannya dengan agama dan kedaerahan. Kedua, pesona oleh tokoh. Ketiga, migrasi suara," kata Denny JA di kantor LSI Denny JA, Jakarta.

Ia menjelaskan, politik identitas menjadi salah satu hal penting dalam memenangkan kantong besar suara provinsi. Putra daerah dipastikan akan mendulang banyak suara di daerah asalnya. 

photo
Calon Gubernur NTB Zulkieflimansyah (kedua kiri) bersama Wakilnya Siti Rohmi Djalilah (kedua kanan) saat jumpa pers di Pancor, Selong, Lombok Timur, NTB, Rabu (27/6). (ANTARA)

Ia mencontohkan, paslon nomor urut 3 Zulkiefliemansyah-Sitti Rohmi Djalilah yang berdasarkan hitung cepat memenangkan Pilgub Nusa Tenggara Barat (NTB). Zulkifliemansyah-Rohmi meraup 30,68 persen suara.

Paslon ini berhasil menarik suara sebanyak 67,66 persen di Kabupaten Sumbawa Barat, daerah asal Zulkiefliemansyah. Selain itu, paslon ini juga mengantongi suara sebesar 36,38 persen dari Kabupaten Lombok Timur yang merupakan asal Sitti Rohmi. 

Selain itu, putra daerah dan agama juga menjadi dasar para pemilih untuk menentukan pemimpinnya. Seperti di Sumatera Utara yang 70 persen penduduknya adalah Muslim sehingga pasangan yang menang adalah paslon nomor 1 Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dengan 57,12 persen suara. 

Mereka mengalahkan paslon Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. Djarot berasal dari Jakarta sedangkan Sihar adalah bukan Muslim.

Pesona seorang calon juga menjadi faktor penentu perolehan suara. Semakin mempesona sang calon, maka akan semakin dipilih. 

Tokoh pejawat yang kembali maju sudah diuntungkan karena sudah dikenal warganya. Karena secara regulasi, kampanye dalam Pilkada 2018 ini lebih ketat. 

photo
Calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kiri) dan Taj Yasin dipanggul para pendukung merayakan keunggulan dalam hitung cepat Pilkada Jateng 2018 versi sejumlah lembaga survei di Kantor DPD PDI Perjuangan Jateng, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (27/6). (Antara)

Hal ini tentunya lebih menguntungkan pejawat dalam berkompetisi di Pilkada. "Semua incumbent yang maju 70 persen menang. Karena UU lebih ketat untuk kampanye. Kecuali incumbent ada masalah atau skandal. Contohnya Ganjar yang sangat disukai diJateng," kata Denny JA.

Sementara itu migrasi suara pada dua minggu sebelum Pilkada juga menjadi penentu perolehan suara. Denny menjelaskan, dua minggu terakhir terjadi migrasi suara yang paling masif dan besar. 

Di Indonesia, menurutnya, loyalitas pemilih pada calon sangat kecil. Umumya, ada pemilih mengambang yang kedekatan dengan tokoh sangat tergantung isu. 

Pada dua minggu terakhir, kata Denny, yang paling bisa mengambil suara mengambang dapat menang. Hal ini terlihat pada Pilgub Jawa Barat, khususnya perolehan paslon nomor 3 Mayjen Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) sebesar 27,98 persen. 

photo
Calon Gubernur Jawa Barat no urut tiga, Sudrajat menggelar konferensi pers di media Centre pasangan Asyik di Hotel Preanger, Rabu (27). Sudrajat mengatakan hasil hitung cepat belum final dan jangan terlebih dahulu ada yang mengklaim kemenangan. (Republika/Fauzi Ridwan)

Paslon ini mampu menyalip perolehan suara paslon 4 Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi yang memiliki elektabilitas lebih tinggi. Paslon 4 meraih suara 26,07 persen. 

Meskipun yang menjadi pemenang di Jabar adalah paslon nomor 1 Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum dengan 32,98 persen suara, tetapi paslon nomor 3 telah membuat migrasi suara. "Paslon Asyik di Jabar hampir mengejar Ridwan Kamil. PKS ini dapat menarik suara mengambang, tetapi paslon Rindu diuntungkan karena Ridwan Kamil adalah pejawat (wali kota Bandung)," kata Denny. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement