Rabu 27 Jun 2018 09:40 WIB

Satu Paslon Didiskualifikasi, Pilkada Sinjai Dinilai Rawan

Paslon yang didiskualifikasi karena terlambat menyerahkan laporan dana kampanye.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Anggota kepolisian dan prajurit TNI mengikuti apel konsolidasi pengamanan Pilkada Makassar di Lapangan Karebosi Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (19/4).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Anggota kepolisian dan prajurit TNI mengikuti apel konsolidasi pengamanan Pilkada Makassar di Lapangan Karebosi Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (19/4).

REPUBLIKA.CO.ID,  SEMARANG -- Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sumarsono, mengatakan ada potensi rawan konflik di pilkada Kabupaten Sinjai (Sulawesi Selatan). Penyebabnya, satu pasangan calon (paslon) yang merupakan pejawat didiskualifikasi oleh KPU setempat sehari menjelang pemungutan suara, Selasa (26/6).

Menurut Sumarsono, pilkada Kabupaten Sinjai diikuti oleh tiga paslon. Ketiganya yakni Takyuddin Masse-Mizar Rahmatullah Roem, Sabirin-Mahyanto dan Seto Gadistha Asapa-A Kartini.

"Salah satu paslon, yakni Sabirin-Mahyanto yang merupakan pejawat didiskualifikasi oleh KPU setempat karena terlambat lima menit dalam penyerahan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK)," ujar Sumarsono, dalam teleconference pemantauan pilkada Serentak 2018, Rabu (27/6).

Diskualifikasi dilakukan atas rekomendasi Panwaslu Kabupaten Sinjai. Atas kondisi ini, kata Sumarsono, pemungutan suara pilkada di daerah itu tetap berjalan.

Surat suara yang digunakan pun juga masih terdapat tiga Paslon, termasuk Sabirin-Mahyanto. "Pilkada tetap berjalan, tetapi juga ada proses hukum setelah diskualifikasi ini," ungkap Sumarsono.

Meski demikian, dia menuturkan jika diskualifikasi belum bersifat inkrah. Sebab, ada waktu tiga hari untuk proses hukum sengketa atas status diskualifikasi itu.

Hanya saja, kata Sumarsono, kondisi ini membuat pilkada di Kabupaten Sinjai rawan konflik. "Apabila benar-benar didiskualifikasi , maka bisa rawan lagi. Kami terus memonitor kondisi ini dan melakukan antisipasi konflik," tegas Sumarsono. 

Sebelumnya, Polri mengeluarkan surat perintah dalam rangka pembuatan tim khusus untuk penegakkan hukum di wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel). Surat perintah (sprin) itu bernomor Sprin/ 1503 /VI/PAM.2.4./2018 dan ditandatangani langsung oleh Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin, tertanggal 11 Juni 2018.

Sprin itu berbunyi bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Kepollslan Negara Republik Indonesia maka surat perintah ini perlu diturunkan. Terdapat dua poin dasar dikeluarkannya sprin ini, yakni rencana Kontinjensl Aman Nusa 1-2018 Nomor: R/Renkon/23/1/2018 tentang menghadap Kontinjeni konflik soslal tahun 2018; dan perintah lisan Wakapolri kepda Asops Kapolri pada tanggal 11 Juni 2018.

 

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto pun telah mengonfirmasi sprin tersebut. "Setelah saya klarifikasi kepada Pak Wairwasum, sprin di atas betul," kata Setyo melalui pesan singkatnya, Senin (11/6) malam.

Sprin ini memerintahkan empat perwira tinggi Polri, yakni Wakil Inspektur Pengawas Umum (Wairwasum) Polri Irjen Pol Agung Sabar Santoso, Wakil Kepala Bareskrim Irjen Pol Antam Movambar, Wakil Komandan Korps Brimob Brigjen Pol Abdul Rakhman Baso, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Brigjen Pol Fadil Imran, dan Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigjen Pol Teddy Minahasa.

Di samping tugas dan jabatannya sehari-hari, perwira tinggi tersebut ditunjuk untuk melaksanakan tugas sebagal tim dalam mengambll Iangkah-langkah khusus dan penegakan hukum sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang beriaku. Hal tersebut dilakukan terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan pilkada di wilayah Provinsi Sulsel dan kasus-kasus lain yang berkaitan dengan rasa keadilan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement