REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) memberikan kuliah umum kepada peserta PPRA LVII dan PPRA LVIII 2018 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI). Dalam kesempatan tersebut, Wakil Presiden melakukan dialog dengan beberapa peserta, salah satunya peserta dari Australia, yakni Brigadir Jenderal Justin Roocke.
Dalam tanya jawab tersebut, Roocke menanyakan tentang pesta demokrasi di Indonesia. Dia menilai, pihak yang menang dalam pesta demokrasi Indonesia biasanya merupakan sosok yang populer daripada yang berpengalaman.
"Untuk betul-betul membangun watak calon di parpol Indonesia berdasarkan kepada empat konsensus dasar negara, yaitu Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Menurut Bapak, bagaimana ke depan? Karena cenderung calon (pemimpin) parpol mementingkan diri sendiri dan partai politik di atas kepentingan bangsa dan negara?" ujar Roccke yang disambut dengan tepuk tangan dari para peserta PPRA LVII dan PPRA LVIII 2018.
Menjawab pertanyaan tersebut, JK mengatakan, terpilihnya calon-calon populer pada pesta demokrasi akibat pemilihan umum secara langsung. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lainnya seperti Amerika Serikat (AS). JK mencontohkan, Donald Trump menang dalam pemilihan umum di AS karena populer.
"Jangan lupa di Amerika, (Donald) Trump terpilih karena dia populer. Namun, di Indonesia ada batasan, yaitu pendidikan, minimum sarjana," kata JK.
JK menegaskan, inti pesta demokrasi di Indoensia adalah pilihan rakyat. Apalagi, sistem pemilihan umum di Indonesia adalah memilih partai dan memilih orang.
"Tentu saja yang pilih bukan nomer satu, tapi nomer tiga, nomer lima, akibatnya yang terpilihnya yang populer, yang bagikan sembako ke daerah-daerah," ujar JK.