REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memberikan tanggapan atas pernyataan sejumlah pihak yang mengusulkan pencopotan dirinya. Usulan ini muncul akibat polemik penunjukkan Komjen Mochamad Iriawan sebagai penjabat (Pj) gubernur Jawa Barat (Jabar).
Tjahjo menegaskan tidak menabrak undang-undang saat memutuskan menunjuk Iriawan. "Kalau saya melanggar undang-undang, pasti Pak Presiden mencopot saya. Saya pembantu Presiden," ujar Tjahjo lewat pesan singkat kepada Republika.co.id, Selasa (19/6).
Dia menjelaskan tidak hanya sekali ini petinggi polisi/TNI aktif ditunjuk sebagai pejabat gubernur. Tjahjo mencontohkan, pada 2016, Irjen Polisi Carlo Brix Tewu masih menjadi petinggi polisi aktif saat ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulawesi Barat.
"Kejadian saat ini sama persis dengan kondisi Pak Carlo Tewu. Saat itu, beliau adalah polisi aktif yang menjabat sebagai staf ahli Menkopolhukam atau setara dengan pejabat tinggi madya," ungkap Tjahjo.
Selain itu, sebelumnya ada Mayjen TNI Soedarmo yang sempat ditugaskan sebagai Pj Gubernur Aceh. Saat ditugaskan di sana, Soedarmo juga masih aktif di TNI.
Sebelumnya, Ketua Umat Islam Bersatu Rahmat Himran meminta Presiden Joko Widodo mencopot Tjahjo Kumolo sebagai Mendagri. Hal ini disebabkan kebijakan Tjahjo yang menunjuk M Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar.
Kebijakan itu dianggap melanggar aturan. Setidaknya ada tiga peraturan yang diduga dilanggar, yakni UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.