Selasa 12 Jun 2018 22:01 WIB

Penyebar Fitnah Mentan Ditangkap

Pelaku dinilai telah diperalat kelompok kartel dan kelompok mafia pangan.

Red: EH Ismail
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan paparan pada rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/6).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan paparan pada rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Andi Mahfuri (24 tahun) dibekuk Tim Cyber Crime Polda Metro Jaya di rumahnya di Cepedak, RT 03 RW 01, Purworejo, Jawa Tengah karena terbukti menyebar hoaks media sosial. Pria bernama lengkap Immawan Andi Mahfuri ini memberikan informasi bohong dan fitnah mengenai Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Bupati Pandeglang Irna Narulita.

Wakapolri Komjen Syafruddin mengatakan, kasus penyebaran berita bohong dan fitnah terhadap Mentan dan Bupati Pandeglang tersebut sedang ditangani kepolisian. Kepolisian juga langsung turun ke lapangan begitu mendapat laporan dari tim kuasa hukum Mentan Andi Amran Sulaiman.

“Pelaku berumur 24 tahun, berasal dari Purworejo, Jawa Tengah, dan sekarang sudah ditangkap,” ujar Syafruddin, Rabu (12/6).

Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Aziz mengatakan, Tim Cyber Crime Polda Metro Jaya menerima laporan langsung dari Amran dengan Laporan Polisi bernomor 3175/VI/2018/PMJ/Ditreskrimsus tertanggal 10 Juni 2018. Mentan langsung melaporkan fitnah yang menimpa dirinya saat berita hoaks tersebut beredar.

“Pada hari yang sama, Tim Cyber Crime bergerak cepat ke lokasi pelaku,” kata Kapolda.

Hasil investigasi Tim Cyber yang melacak percakapan WhatsApp juga menemukan fakta bahwa antara Menteri Pertanian dan Bupati Pandeglang tidak pernah ada komunikasi sama sekali.

“Semua informasi dan gambar-gambar yang diedarkan tersangka adalah hasil karangan sendiri dan tersangka telah mengakuinya. Adapun motif pelaku hingga kini masih diselidiki oleh pihak kepolisian,” ujar Idham.

Dosen Paramadina Hendri Satrio menduga, Andi diperalat oleh kelompok kartel serta kelompok mafia pangan yang sengaja membuat berita bohong tersebut. Sebab, dari pengakuan tersangka diketahui yang bersangkutan juga merasa difitnah. Apalagi, umurnya yang masih cukup muda

“Saya menduga, serangan terhadap pribadi Menteri Andi Amran ini sangat terkait dengan upaya bersih-bersih koruptor dan sikat habis mafia dan kartel pangan yang gencar dilakukan Mentan,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, di tengah komitmen Presiden Jokowi mewujudkan pemerintahan yang bersih, Kementan di era kepemimpinan Menteri Andi Amran tidak henti-hentinya melakukan bersih-bersih dari korupsi.

Bersih-bersih ini tidak hanya bagi kalangan internal pegawai Kementan, melainkan juga bagi pihak pihak yang terkait dengan pertanian. Beberapa upaya yang telah dilakukan Kementan guna mewujudkan aparatur yang bersih antara lain sosialisasi pencegahan anti korupsi dan pembinaan pengendalian hingga tindakan tegas bagi pegawai internal Kementan.

Sejak awal menjabat Oktober 2014, Amran menggandeng BPKP, Kejagung, dan Kepolisian untuk mengawal program kerjanya. Amran juga menempatkan Satgas KPK berkantor di Kementan. Tak hanya itu, Amran pun menggandeng KPPU untuk membersihkan kartel serta bersama Kapolri membentuk Satgas Pangan untuk membasmi mafia pangan.

Sejak awal 2015, Amran bersama TNI AD menjalin kerja sama untuk membangun infrastruktur hulu, memperlancar distribusi sarana produksi dan hasil pertanian. Hingga kini, Amran berdiri paling depan dalam menangkap lebih dari 40 kasus oplos pupuk, kartel daging, ayam, jagung dan lainnya yang diproses KPPU. Menteri Andi Amran juga berhasil membongkar kasus bawang ilegal, oplos minyak goreng, dan lainnya.

Hingga saat ini, diketahui sudah lebih dari 300 kasus mafia pangan diproses Satgas Pangan, termasuk kasus ketika Mentan bersama Kapolri menggerebek kasus beras PT IBU yang sempat heboh beberapa waktu yang lalu.

Amran juga memasukkan sejumlah perusahaan ke dalam daftar hitam sebagai perusahaan bermasalah dengan hukum, mengimpor tidak sesuai peruntukan, mempermainkan harga sehingga disparitas tinggi 500 hingga seribu persen, memanipulasi wajib tanam, dan lainnya. Kini, lebih dari 497 kasus pangan sedang menjalani proses hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement