REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Irfan Ahmad Fauzi tidak setuju dengan usulan ketua DPR yang ingin Badan Intelijen Negara (BIN) turun ke kampus untuk menelusuri kebenaran isu radikalisme di kampus. Menurut dia, sebaiknya pemerintah memercayakan sepenuhnya penyelesaian isu radikalisme kepada pihak kampus.
"Hemat saya, serahkan sepenuhnya ke pihak kampus. Karena menangani mahasiswa yang terpapar radikalisme di kampus harus dengan pendekatan yang khusus. Jangan sampai ada kekerasan di kampus," kata Irfan menegaskan, Selasa (12/6).
Dia mengatakan, radikalisme di kampus mesti diselesaikan secara terencana dan terukur. Sehingga, lanjut dia, jika BIN dan BNPT memiliki data siapa saja civitas academica yang terpapar radikalisme, sebaiknya data tersebut diberikan kepada pihak kampus.
"Biarkan kampus menyelesaikan dengan caranya sendiri, dengan pendekatan ilmiah, keilmuan, sosiologis, dan psikologisnya. Ini yang hemat saya menjadi catatan penting. Bisa jadi kalau BIN masuk kampus belum tentu dapat menyelesaikan masalah juga," ujar Irfan.
Baca Juga: Medsos Mahasiswa" href="http://republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/18/06/04/p9sfty430-pemerintah-awasi-nomor-hp-dan-akun-medsos-mahasiswa" target="_blank" rel="noopener">Pemerintah Awasi Nomor HP dan Akun Medsos Mahasiswa
Selain itu, dia pun meminta agar pemerintah tidak menyebarkan data kampus, dosen, ataupun mahasiswa yang diduga terpapar radikalisme kepada publik. Hal tersebut sSupaya tidak ada unsur kepentingan lain.
"Kalau data ada terkait radikalisme di kampus, hemat saya, pemerintah kumpulkan saja BIN, BNPT, Polri, dan rektor. Bahas solusi. Kalau dipublikasi malah membuat keresahan bagi kampus dan publik," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta BIN masuk ke kampus-kampus. Hal ini dikatakan Bambang menindaklanjuti data yang didapat pemerintah terkait sejumlah perguruan tinggi yang mahasiswanya sudah terpapar radikalisme.
"Saya mendorong Komisi I untuk menggerakkan BIN untuk menyebar ke kampus apakah informasi itu benar adanya atau hanya isapan jempol," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin (11/6).
Baca Juga: Beda Bamsoet dan Fadli Zon Soal Radikalisme di Kampus