REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Heintje Mandagie menilai pendapat Dewan Pers tentang hasil karya wartawan media Kemajuan Rakyat Muhammad Yusuf tidak tepat. Heintje mengatakan, hal yang dituliskan Yusuf sesuai dengan keadaan masyarakat setempat.
"Almarhum M Yusuf dalam menulis berita mengenai warga masyarakat setempat yang merasa diperlakukan tidak adil oleh oknum-oknum di PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) sudah menjalankan peran pers sebagaimana diatur pada pasal 6 UU Pers," kata Heintje, dalam keterangan tertulis, Senin (11/6).
Yusuf tewas pada saat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru pada Ahad (10/6) sore. Terkait peristiwa ini, Heintje pun menilai menjadi satu pelajaran yang sangat berharga bagi insan pers Tanah Air untuk melihat lebih jauh ke depan bahwa pers Indonesia sudah berada dalam status awas dan bahaya.
Ia menilai, perlakukan terhadap karya jurnalistik kian marak terjadi di berbagai daerah akibat pemberitaan. Celakanya, tambah dia, pernyataan penilaian dan rekomendasi (PPR) Dewan Pers ikut menyeret wartawan ke jeruji besi.
"Kami SPRI mempertanyakan keahlian tim ahli Dewan Pers, standar penilaian tim ahli, dan mekanisme penentuan hasil penilaian," kata dia menambahkan.
Ia menilai hal yang dilakukan terhadap Yusuf sudah melanggar aak asasi manusia (HAM). Bahkan, ia mendorong Komnas HAM untuk mengusut kasus Yusuf ini dan memeriksa Dewan Pers atas pelanggaran HAM.
Seorang wartawan media Kemajuan Rakyat Muhamad Yusuf (42 tahun) tewas saat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru, Ahad (10/6) sore. Yusuf merupakan tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru terkait kasus pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Penjelasan Polisi
Kapolres Kotabaru AKBP Suhasto menuturkan, kasus Yusuf terkait pencemaran nama baik sebuah perusahaan sawit ditangani kepolisian sejak beberapa bulan lalu dan telah dinyatakan lengkap alias P21 oleh kejaksaan. Saat itu, kepolisian mendapatkan laporan terkait pencemaran nama baik PT Multi Sarana Agro Mandiri melalui produk jurnalistik Yusuf. Suhasto juga mengaku, sebelum melangkah lebih jauh, kepolisian menyesuaikan dengan MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers dan berkoordinasi dengan Dewan Pers.
"Dari bukti-bukti yang ada, alat bukti yang ada sekaligus juga, tindakan wartawan tersebut di lapangan seperti mengumpulkan massa, mengarahkan, macam-macam lah, korlap (koordinator lapangan)," kata Suhasto saat dihubungi Senin (11/6).
Suhasto menjelaskan, peran Yusuf yang kerap ikut aksi mobilisasi massa memprotes kebijakan perusahaan sawit. Contohnya, dalam suatu berita yang ditulis Yusuf untuk suatu perusahaan, berita tersebut kerap bernada buruk terhadap perusahaan tertentu.
Namun, untuk perusahaan lainnya di tempat yang sama, menurut Suhasto, Yusuf juga menulis berita yang baik untuk perusahaan sawit lainnya. Tulisan-tulisan hasil karya Yusuf pun dikumpulkan dan diserahkan polisi ke Dewan Pers
"Semua data-data itu kami serahkan ke Dewan Pers sehingga Dewan Pers yang menilai. Itu kita proses, kemudian P21, kemudian kita tahap duakan, pelimpahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan," kata Suhasto.
Suhasto pun mengaku mendapat konfirmasi dari Dewan Pers bahwa dalan pemberitaan yang ditulis Yusuf terdapat sejumlah kriteria jurnalistik yang tidak dipenuhi. "Ini bukan produk jurnalistik. Itu wartawan plus korlap. Bukti-bukti keterangan dari saksi-saksi sudah kita periksa. Itu semua yang kita ajukan ke Dewan Pers," kata Suhasto memaparkan hasil koordinasinya dengan Dewan Pers. Yusuf pun ditersangkakan, lalu berkasnya dinyatakan lengkap alias P21 oleh kejaksaan.
Yusuf disangkakan Pasal 45 A UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Ancamannya adalah pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Ia pun mendekam di Lapas IIB Kotabaru selama dua pekan terakhir.
Autopsi Yusuf
Saat ditersangkakan hingga dinyatakan lengkap, kata Suhasto, kondisi Yusuf masih sehat. "Laporan ke saya bagus saja semuanya sampai saat pelimpahan," ucapnya.
Terkait kematiannya pada Ahad (10/6), polisi pun sudah melakukan autopsi. Suhasto menyebutkan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh Yusuf. Meskipun demikian, ia mengaku mendapat informasi dari pihak rumah sakit terkait adanya sejumlah riwayat masalah kesehatan.
"Di RS juga memang ada riwayat rekam medisnya. Katanya sakit jantung, sesak napas," kata Suhasto.
Muncul kabar bahwa keluarga Yusuf berusaha meminta penangguhan penahanan karena menderita sakit dan mesti mendapat perawatan intensif. Namun, yang berwenang memberi penangguhan penahanan adalah Kejari Kotabaru, bukan kepolisian. Yusuf diketahui tinggal di lingkungan RT 11, Jalan Batu Selira, Desa Hilir Muara, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru.