REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perlahan tetapi pasti, berbagai kota di Indonesia, terutama Jakarta dan sekitarnya, mulai lengang. Penduduknya meninggalkan kota dan mudik ke kampung halaman untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri 2018.
Beragam moda transportasi digunakan untuk bisa sampai kampung halaman. Itulah sebabnya kepadatan antrean penumpang terjadi di terminal-terminal bus, stasiun kereta api, dan bandar udara.
Pemandangan rutin tahunan itu telah terjadi sejak beberapa hari lalu dan diperkirakan berlanjut hingga beberapa hari mendatang. Selain moda transportasi umum, jutaan warga dari Jakarta dan sekitarnya pemudik juga menggunakan kendaraan pribadi, seperti mobil dan sepeda motor.
Transportasi lain yang digunakan untuk mudik, yakni bajaj. Seperti pada Sabtu (9/6) malam, sebagian warga Jakarta dan sekitarnya yang mudik dengan kendaraan bajaj.
Bajaj yang sehari-hari lalu-lalang di jalanan Ibu Kota kini mulai langka karena ikut mudik bersama tukang bajajnya. Iring-ringan pemudik berkendara roda tiga itu melintasi sejumlah ruas jalan arteri Kota Bekasi, Jawa Barat, menuju pantai utara (pantura) Jawa.
Bajaj ini memang rutin melintas secara bergerombol setiap musim mudik. Bahkan sejak Jumat (8/6) malam hingga Sabtu malam mereka tampak melintasi Kota Bekasi.
Bajaj tersebut melakukan perjalanan mudik secara bergerombol atau rombongan dengan sejumlah muatan barang-barang rumah tangga, seperti kasur, televisi, dan dispenser. Biasanya pemudik bajaj itu berangkat pada sore hari hingga tengah malam.
Bajaj-bajaj melintasi koridor Jalan KH Noer Alie Kalimalang, Jalan M Hasibuan, Jalan Chairil Anwar, dan Jalan Ir H Djuanda Bekasi Timur. Salah satu pemudik berbajaj di Jalan M Hasibuan, Bekasi Timur, Kota Bekasi, membawa serta keluarganya mudik dari Jakarta Timur menuju Surakarta, Jawa Tengah.
"Lebih irit dan nyaman pakai bajaj, paling habis uang bahan bakar sampai ke Solo Rp 180 ribu untuk perginya saja," kata pengendara bajaj, Munawar (42 tahun).
Bagi Munawar, pergi mudik naik bajaj lebih mengirit biaya bila dibandingkan naik bus umum yang tarifnya saat ini berkisar Rp 400 ribu per penumpang. Kebetulan bajaj ini milik bosnya. Dia dipinjami untuk mudik.
Biasanya, bajaj melakukan empat hingga lima kali pengisian bahan bakar untuk sampai di Solo dengan waktu tempuh 1 hari. "Paling saya istirahat sekenanya saja, kalau capek, ya, cari tempat, biasanya di warung kaki lima atau SPBU," katanya.
Mengendarai bajaj juga dirasakan Munawar dan keluarga lebih aman dibandingkan sepeda motor. Sebab, alur berkendaranya mengikuti antrean mobil atau bus.
"Yang bahaya kalau naik motor itu kan kalau nyalip di lokasi terlarang dan bawaannya pingin cepat-cepat sampai kampung," katanya.
Munawar mengaku rekan seprofesinya baru akan melakukan perjalanan mudik pada hari Senin (11/6) malam. "Kalau teman-teman saya jumlahnya bisa enam sampai sembilan bajaj dari Jakarta. Mereka berangkat barengan. Ada yang ke Cirebon, Brebes, dan daerah lainnya," katanya.
Selain bajaj, jalur Kalimalang lanjut ke pantura juga diwarnai pergerakan pemudik yang menggunakan kendaraansepeda motor. Terlihat sejumlah kendaraan pribadi yang memilih jalur itu, atau tidak melintasi tol.
Tidak pelak lagi, jalur pantai utara, tepatnya di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Ahad atau pada H-5 Lebaran 2018 didominasi kendaraan roda dua dan mobil pribadi. “Arus kendaraan di pantura cukup ramai dan didominasi roda dua serta kendaraan pribadi,” kata Kapolres Indramayu AKBP Arif Fajarudin di Indramayu.
Kecepatan kendaraan di jalur pantura bisa mencapai 60 sampai 80 kilometer per jam. Hal itu menunjukkan di jalur pantura masih lancar meskipun ada peningkatan jumlah kendaraan yang melintasi jalur pantura Indramayu, terutama yang mengarah ke Cirebon.
Arah sebaliknya dari Cirebon, malah terlihat sepi dan kecepatan juga bisa maksimal. Kasatlantas Polres Indramayu AKP Asep Nugraha mengatakan di Tol Cipali, tepatnya di KM 123 s.d. KM 142 arah Jakarta menuju Cirebon situasi arus lalu lintas lancar. Kecepatan juga bisa maksimal 80 sampai 100 kilometer/jam.