REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut memberikan pernyataan terkait penangkapan terduga teroris di Universitas Riau (Unri) beberapa waktu lalu.
Menurut Jokowi, kejadian penangakapan alumni Unri oleh tim Datasemen Khusus 88 bisa terjadi di mana saja. Sebab, paham radikalisme ini sudah tersebar di berbagai tempat.
Paham ini, kata Presiden, tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses lama. Untuk itu, proses deradikalisasi terus dikerjakan oleh pemerintah dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk TNI, Polri, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Tetapi yang paling penting adalah bagaimana, misalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga ikut berperan, kemudian Nahdlatul Ulama juga ikut berperan, Muhammadiyah juga kita ajak berperan bersama," ujar Jokowi, Kamis (7/6).
Jokowi menambahkan, dari data yang dihimpun pemerintah, angka masyarakat yang terpapar paham radikalisme sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk mengantisipasi penyebaran ini makin meluas, proses pencegahan menjadi hal yang lebih baik daripada harus menyelesaikan problematik ketika aksi radikal sudah terjadi.
Baca juga, Jokowi: Ideologi Teroris Telah Masuk Dalam Sendi Keluarga.
Sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Bareskrim Mabes Polri mengamankan sejumlah orang di Unri. Mereka diamankan karena dianggap bakal melakukan aksi terorisme dengan mengebom sejumlah tempat yang sudah ditetapkan.
Beberapa hari kemudian kepolisian pun telah menetapkan tiga orang yang ditangkap ketika penggeledahan di Unri sebagai tersangka. Ketiga tersangka tersebut bekerja dalam lingkup perakitan bom.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menyatakan, tersangka memiliki kemampuan membuat bom triaceton triperoxide (TATP) atau yang lebih dikenal dengan nama mother of satan. "(Mereka) men-share cara pembuatan bom di-link grup Telegram," kata Setyo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/6) malam.
Tersangka pertama yang diamankan adalah MNZ (33 tahun). Ia merupakan eks mahasiswa Unri yang bekerja sebagai swasta.
Ia ditangkap di dalam kampus Unri. Sesuai identitasnya di kartu tanda penduduk, ia merupakan warga Lubuk Sakat, RT 8 RW 4, Lubut Sakat, Perhentian Raha, Kampar, Riau.
Berikutnya, RB alias D (34) pekerjaan sebagai swasta, yang juga eks mahasiswa Unri. Ia ditangkap di Desa Kampar, Kumbang, Kampar, Riau. Lalu, OS alias K (32) bekerja sebagai swasta, juga mantan mahasiswa Unri. Ia ditangkap di kampus Unri.
Awalnya, RB alias D dan OS alias K diamankan sebagai saksi. Namun, setelah dilakukan pengembangan, penyidik memutuskan untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Menristekdikti Mohamad Nasir meminta agar nomor telepon mahasiswa didata, termasuk akun media sosial yang mereka miliki.