REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, menilai pertemuan antara KPU dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak pantas dilakukan jika dalam pertemuan itu membicarakan soal kasus pelanggaran partai tersebut. Mestinya, pertemuan tersebut tidak dilakukan dengan pihak yang juga akan memberikan keterangan di kepolisian.
"Kan KPU akan memberi keterangan pada besok harinya maka tidak pas jika mereka membicarakan hal itu (kasus dugaan pelanggaran kampanye) kepada orang yang dilaporkan (terkait pelanggaran itu)," ujar Bagja kepada wartawan di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (6/6).
Namun, Bagja enggan memberikan komentar tentang dugaan adanya intervensi KPU dalam penanganan dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal oleh PSI. Dia hanya menyebutkan keterangan KPU di Bareskrim Polri melemahkan semua bukti yang telah diungkap dalam penyelidikan sebelumnya.
Dia pun menyayangkan keterangan KPU yang mengalami perubahan itu disebut sebagai keterangan kelembagaan. Dengan demikian, hal tersebut makin menguatkan tidak konsistennya KPU.
Dia menambahkan, alasan KPU soal perbedaan keterangan akibat perbedaan pertanyaan itu tidak cukup kuat. “Semestinya sederhana saja, menegaskan apakah ada kampanye yang di luar jadwal atau sesuai jadwal. Jika keterangan kelembagaan berubah-ubah maka KPU lembaga yang plinplan," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSI Raja Juli Antoni mengakui ada pertemuan antara dirinya dan KPU setelah pemeriksaan di Bareskrim Polri. Namun, pertemuan itu tidak hanya membahas persoalan penanganan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh PSI.
Menurut Raja Juli, ada pertemuan dengan salah satu Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, pada Selasa (22/5). Ia membenarkan pertemuan itu terjadi setelah dirinya diperiksa oleh Bareskrim Polri.
Jika keterangan kelembagaan berubah-ubah, maka KPU lembaga yang plinplan
Pertemuan itu salah satunya membahas masalah hukum yang sedang dihadapi PSI terkait dugaan pelanggaran kampanye di media massa. Namun, dia menyatakan pertemuan tersebut tidak terkait langsung dengan kasus.
“Masalah kasus yang sedang saya hadapi hanya bagian kecil dari seluruh perbincangan kami," ujar Raja Juli dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu.
Baca Juga: Bawaslu Kritisi Pertemuan Sekjen PSI dengan KPU
Sementara itu, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan tidak melakukan intervensi apa pun terkait penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh PSI. Ia juga menyatakan tidak pernah bertemu dengan pengurus PSI selama penanganan kasus tersebut.
"Jadi, agak berlebihan misalnya keterangan saya dianggap seolah-olah sangat menentukan keputusan Sentra Gakkumdu melalui Bareskrim Polri," ujar Wahyu kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).
Dia menjelaskan, pemeriksaan atas dirinya oleh Bareskrim Polri dilakukan sebelum 30 Mei. Saat itu, Wahyu menyampaikan keterangan soal beberapa hal.
"Antara lain saya ditanya apakah peraturan KPU tentang kampanye Pemilu 2019 sudah ada? Maka, saya juga sampaikan bahwa peraturan KPU kampanye Pemilu 2019 dan perbawaslu tentang Pemilu 2019 belum ada," ucap dia.
Penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI akhirnya resmi dihentikan di tahap penyidikan. Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) pada Kamis (31/5) lalu.
Baca Juga: Sekjen PSI Akui Bertemu KPU Usai Diperiksa Bareskrim Polri
Ketua Bawaslu, Abhan, mengatakan, penghentian kasus ini karena adanya keterangan yang disampaikan oleh Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, tentang dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Dalam keterangannya kepada penyidik Bareskrim Polri, Wahyu menyebut KPU belum menetapkan jadwal kampanye dan peraturan teknis (PKPU) kampanye untuk Pemilu 2019.
Keterangan ini berbeda dengan yang disampaikannya pada saat pemeriksaan di Bawaslu pada 16 Mei lalu. Kala itu, keterangan KPU memperkuat dugaan bahwa iklan polling PSI di harian Jawa Pos memenuhi unsur kampanye di luar jadwal.
Baca Juga: KPU Akui Bertemu Pengurus PSI