REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni mengakui adanya pertemuan antara dirinya dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah pemeriksaan di Bareskrim Polri. Namun, pertemuan itu tidak hanya membahas persoalan penanganan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh PSI.
Menurut Raja Juli, ada pertemuan dengan salah satu komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, pada Selasa (22/5). Raja Juli membenarkan jika pertemuan itu terjadi setelah dirinya diperiksa oleh Bareskrim Polri.
Dalam pertemuan itu, salah satunya membahas masalah hukum yang sedang dihadapi PSI terkait dugaan pelanggaran kampanye di media massa. "Pertemuan saya dengan Pak Hasyim Asyari tidak terkait langsung dengan kasus yang ketika itu saya hadapi. Masalah kasus yang sedang saya hadapi hanya bagian kecil dari seluruh perbincangan kami," ujar Raja Juli dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (7/5).
Dia melanjutkan, sebelum pertemuan itu, dirinya membalas pesan Hasyim. Hasyim mengirim file dalam bentuk format PDF berisi 'Mekanisme dan Persyaratan Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan Kabupaten Kota' kepada Raja Juli.
"Saya meminta waktu beliau untuk bertemu berkonsultasi mengenai hal ini (file yang dikirim). Selain mengenai file di atas, kamu berbincang banyak hal seperti draf PKPU yang sedang proses rapat dengar pendapat dengan DPR," kata dia menambahkan.
Raja Juli pun menegaskan, saat bertemu dengan Hasyim Asy'ari, dirinya sama sekali tidak mengetahui bahwa akan ada ahli dari KPU yang dipanggil oleh Bareskrim Polri. Informasi tentang pemanggilan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, baru diketahui oleh Raja Juli pada saat konferensi pers oleh Bawaslu terkait penghentian kasus PSI pada 31 Mei lalu.
"Selama proses kasus ini saya tidak pernah bertemu sama sekali dengan Wahyu Setiawan, yang diketahui menjadi salah satu ahli saat dipanggil di Bareskrim Polri. Saya ingin menegaskan bahwa penerbitan surat perintah penghentian penyidikan murni proses pro justicia di Bareskrim Polri," tuturnya.
Sebelumnya, komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan, pihaknya tidak melakukan intervensi apa pun terkait penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh PSI. Dirinya juga menyatakan tidak pernah bertemu dengan pengurus PSI selama penanganan kasus tersebut.
"KPU tidak melakukan intervensi apa pun terhadap proses pengambilan keputusan itu. Jadi, agak berlebihan misalnya keterangan saya dianggap seolah-olah sangat menentukan keputusan Sentra Gakkumdu melalui Bareskrim Polri," ujar Wahyu kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).
Dia menjelaskan, pemeriksaan atas dirinya oleh Bareskrim Polri dilakukan sebelum 30 Mei. Saat itu, Wahyu menyampaikan keterangan soal beberapa hal.
"Antara lain saya ditanya apakah peraturan KPU tentang kampanye Pemilu 2019 sudah ada? Maka, saya juga sampaikan bahwa peraturan KPU kampanye Pemilu 2019 dan perbawaslu tentang Pemilu 2019 belum ada," paparnya.
Sebagaimana diketahui, penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI akhirnya resmi dihentikan di tahap penyidikan. Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) pada Kamis (31/5) lalu.
Ketua Bawaslu, Abhan, mengatakan, penghentian kasus ini disebabkan adanya keterangan yang disampaikan oleh komisioner KPU, Wahyu Setiawan, tentang dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Dalam keterangannya kepada penyidik Bareskrim Polri, Wahyu menyebut KPU belum menetapkan jadwal kampanye dan peraturan teknis (PKPU) kampanye untuk Pemilu 2019.
Keterangan Wahyu itu berbeda dengan yang disampaikannya pada saat pemeriksaan di Bawaslu pada 16 Mei lalu. Saat itu, Wahyu memperkuat dugaan bahwa iklan polling PSI di harian Jawa Pos memenuhi unsur kampanye di luar jadwal.
Infografis Materi Iklan PSI