Selasa 05 Jun 2018 21:14 WIB

Arsul: KPK tak Perlu Buka Perseteruan Kelembagaan

Selama belum mencapai panggilan ketiga, KPK cukup mengirimkan panggilan ulang.

Arsul Sani.
Foto: dpr
Arsul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus melakukan proses penegakan hukum sesuai kewenangannya. Namun, dia mengatakan, KPK tidak perlu membuka ruang perseteruan kelembagaan dengan DPR. 

Pernyataan Arsul menanggapi pernyataan bahwa KPK akan mengecek kepatutan alasan ketidakhadiran Ketua DPR Bambang Soesatyo atas panggilan sebagai saksi. "Selama belum mencapai panggilan ketiga, seharusnya KPK cukup mengirimkan panggilan ulang kepada saksi yang akan diminta keterangannya dalam sebuah kasus," kata dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (5/6). 

Arsul juga mengatakan Juru bicara KPK Febri Diansyah untuk mengeluarkan komentar secara proporsional sesuai dengan koridor praktik hukum acara yang berlaku. Ketika seseorang dipanggil penegak hukum sebagai saksi dan ia tidak bisa datang bukan pada panggilan ketiga, maka KPK bisa memanggil kembali yang bersangkutan.

Hal ini, dia mengatakan, sebagaimana yang biasa dilakukan Polri atau Kejaksaan.  "Tidak usah lembaga penegak hukum yang bersangkutan gagah-gagahan menyatakan akan menyelidiki alasan ketidakhadiran saksi tersebut," kata Arsul.

Apalagi, lanjut dia, jika saksi tersebut adalah pejabat yang menjadi representasi dari suatu lembaga negara, maka etikanya adalah mengkomunikasikan dengan lembaga negara bersangkutan. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengemukakan, sejarah mencatat KPK sebelumnya juga melakukan komunikasi protokoler terhadap beberapa pejabat negara yang dipanggil. 

Misalnya, ia mencontohkan, ketika meminta keterangan Boediono yang waktu itu menjabat sebagai wakil presiden dan Sri Mulyani sebagai pejabat tinggi World Bank. Bahkan, ia menambahkan, KPK yang datang ke tempat kedua pejabat tersebut untuk mendapat keterangan sebagai saksi dalam kasus Century. 

"Jubir atau Pimpinan KPK pada waktu itu tidak terus gagah-gagahan mengatakan bahwa mereka harus datang ke KPK demi prinsip persamaan dalam hukum," ujarnya. 

KPK pada saat itu menjaga etika dan marwah kelembagaan masing-masing serta menghindari kontroversi di ruang publik yang tidak perlu. Sementara di sisi lain keterangan yang diperlukan untuk proses penegakan hukum tetap bisa berjalan.

Arsul berharap gaya komunikasi publik KPK atau juru bicaranya yang cenderung terkesan gagah-gagahan segera diubah. Sebab, ia khawatir perlakuan yang sama dapat dilakukan oleh DPR melalui kewenangan yang diberikan dalam UU MD3.

DPR, tambah dia, dapat bersikap gagah-gagahan memanggil juru bicara KPK dan menyampaikan kalau tidak mau datang akan dipanggil paksa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement