Selasa 05 Jun 2018 05:35 WIB

Bawaslu Tetap Lanjutkan Kasus PAN dan Hanura

Dugaan pelanggaran kedua parpol masuk tahap penyelidikan.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Yudha Manggala P Putra
ilustrasi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
ilustrasi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, penanganan dugaan pelanggaran kampanye oleh PAN dan Hanura tetap dilanjutkan. Penanganan dugaan pelanggaran kedua parpol ini kini masuk tahap penyelidikan.

Menurut Ratna, penghentian penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak berpengaruh ke parpol lain. "Penghentian kasus PSI tidak mempengaruhi penanganan kasus PAN dan Hanura. Penanganan dua kasus ini terus dilanjutkan," ujar Ratna kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).

Dia melanjutkan, kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh Hanura kini sudah diregistrasi. Kasus ini ditetapkan sebagai temuan Bawaslu pada 31 Mei.

Setelah ditetapkan, ada batasan waktu selama 14 hari untuk melakukan penyelidikan. "Nanti akan dipanggil sejumlah pihak untuk memberi keterangan. Hal yang sama juga berlaku bagi kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh PAN. Untuk kedua kasus ini, masing-masing akan dipanggil pihak pemasang iklan dan pihak media tempat pemasangan iklan," tambah Ratna.

Sebelumnya, iklan PAN yang diduga melanggar peraturan kampanye dimuat di Harian Jawapos, edisi 24 April. Sementara itu, iklan Partai Hanura ditayangkan di laman portal berita Rakyat Merdeka Online. Iklan kedua parpol sama-sama mencantumkan logo dan nomor parpol sehingga diduga memenuhi unsur kampanye di luar jadwal.

Menurut anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, pemasangan iklan parpol di media massa diperbolehkan jika tidak mencantumkan logo dan nomor urut sebagai peserta pemilu. Logo dan nomor urut parpol didefinisikan sebagai citra diri yang merupakan bagian dari kampanye pemilu.

"Citra diri menurut batasan pandangan kami, yang sudah disepakati dengan KPU, KPI dan Dewan Pers, hanya meliputi nomor dan lambang parpol saja," ujar Fritz kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).

Kesepakatan ini, lanjut dia, merupakan penegasan dari penjelasan pasal 1 ayat 35 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2015. Pasal tersebut menyebutkan, definisikampanye pemilu adalah 'kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu'.

"Jadi, kami tekankan dasar untuk pedoman definisi kampanye adalah pasal 1 ayat 35 itu. Jadi parpol boleh memasang iklan, tetapi jangan memakai logo dan nomor urut sebagai peserta pemilu," tegasnya.

Dia mencontohkan, jika ada iklan parpol bergambar ketua parpol saja, tanpa ada nomor urut dan logonya, maka tetap diperbolehkan. "Atau jika ada ketua parpol mengucapkan selamat Idul Fitri, tetapi tanpa mencantumkan logo dan nomor parpolnya, juga boleh. Kan itu tidak ada unsur kampanye," tuturnya.

Fritz menambahkan, warna identitas parpol juga tidak termasuk dalam bagian definisi citra diri. Sebab, warna tertentu tidak bisa dianggap milik satu parpol tertentu. "Batasan ini untuk menjaga agar proses kampanye pemilu jangan dilakukan terlebih dulu sebelum waktunya,"tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement