Selasa 05 Jun 2018 04:31 WIB

Akan Dilaporkan ke DKPP, KPU: Kami Hormati

Ahmad Irawan melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU terkait kasus PSI.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Yudha Manggala P Putra
Lambang KPU (ilustrasi).
Foto: Antara
Lambang KPU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, mengatakan sudah mengetahui jika akan ada laporan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas nama dirinya sebagai terlapor. Wahyu menyatakan siap menghadapi laporan tersebut.

"Saya dengar memang ada yang akan melaporkan. Ya saya hormati yang melaporkan. Itu hal yang biasa," ujar Wahyu kepada Republika.co.id di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/6) malam.

Dia melanjutkan, akan mengikuti proses persidangan di DKPP setelah ada pelaporan tersebut. "Nanti (dugaan pelanggaran) seperti apa, kita lihat proses persidangannya," tambahnya.

Sebelumnya, Praktisi Hukum Pemilu Ahmad Irawan, menyatakan akan melaporkan Wahyu Setiawan, ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Selasa (5/6). Pelaporan ini terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU saat penanganan kasus pelanggaran kampanye Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Ahmad mengatakan, dirinya menyampaikan laporan atas nama pribadi. "Saya melapor sebagai warga negara dan juga sebagai lawyer yang biasa menangani pidana pemilu. Laporan ini terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pak Wahyu Setiawan saat memberikan keterangan di Bareskrim Polri soal kasus PSI," ujar Ahmad ketika dihubungi Republika, Senin malam.

Menurutnya, perbedaan keterangan yang disampaikan oleh Wahyu sangat disayangkan. Perbedaan ini juga dinilai janggal karena semestinya tidak terjadi.

"Sebab, suatu kasus dugaan pelanggaran dalam pemilu yang sudah diserahkan kepada pihak kepolisian, maka sudah atas kesepakatan dari kejaksaan, Bawaslu dan kepolisian (Sentra Gakkumdu). Dengan begitu pertanyaan yang disusun oleh pada masa penyelidikan mestinya sejalan dengan masa penyidikan," jelasnya.

Hal ini biasanya terjadi karena pertanyaan untuk penyelidikan dan penyidikan sama-sama disusun oleh Gakkumdu. "Dengan kata lain, jika Pak Wahyu kemarin menyatakan perbedaan keterangannya karena perbedaan pertanyaan yang diajukan, maka justru tidak menunjukkan profesionalitas sebagai penyelenggara pemilu," tegasnya.

Dia menilai, meski pertanyaan yang diajukan berbeda, KPU sebagai penyelenggara pemilu harus bisa memberi definisi yang jelas soal kampanye saat diperiksa Bareskrim Polri. KPU juga bisa menambahkan keterangan lain yang diperlukan oleh para penyidik.

Lebih lanjut Ahmad juga menekankan sifat keterangan yang diberikan oleh KPU sangat menentukan tindak lanjut penyidikan. Sebab, keterangan dari KPU kedudukannya sebagai salah satu pencari alat bukti. "Sementara itu, untuk menguatkan bukti lain bisa diambil dari keterangan saksi ahli. Itulah mengapa keterangan KPU sangat menentukan sehingga perlu dicermati jika ternyata ada perubahan," tegas dia.

Sebagaimana diketahui, penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI akhirnya resmi dihentikan di tahap penyidikan. Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) pada Kamis (31/5) lalu.

Menurut Ketua Bawaslu, Abhan, penghentian kasus ini disebabkan adanya keterangan yang disampaikan oleh Komisioner KPU Wahyu Setiawan tentang dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Dalam keterangannya kepada penyidik Bareskrim Polri, Wahyu menyebut KPU belum menetapkan jadwal kampanye dan peraturan teknis (PKPU) kampanye untuk Pemilu 2019.

"Dengan adanya keterangan ini, iklan di Harian Jawa Pos belum bisa disebut sebagai tindakan kampanye di luar jadwal. Kemudian, dari hasil penyidikan Bareskrim Polri, yang juga sudah didapatkan dalam pembahasan ketiga Sentra Gakkumdu dinyatakan bahwa dugaan pelanggaran kampanye PSI tidak diteruskan ke proses penuntutan," tutur Abhan dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis.

Abhan juga mengungkapkan, keterangan yang disampaikan Wahyu Setiawan berdasarkan BAP di Bareskrim Polri berbeda dengan keterangan kepada Bawaslu. Pada 16 Mei lalu, di Bawaslu, Wahyu mengatakan bahwa iklan PSI di Harian Jawa Pos mengandung unsur kampanye lantaran memuat citra diri partai berupa lambang dan nomor urut parpol tersebut.

Wahyu juga menyebut iklan yang tayang pada 23 April itu tergolong kampanye di luar jadwal. Sebab, parpol baru boleh berkampanye di media massa mulai 24 Maret 2019 mendatang. Ketentuan ini merujuk Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement