REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, mengatakan, pihaknya tidak melakukan intervensi apa pun terkait penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dirinya juga menyatakan tidak pernah bertemu dengan pengurus PSI selama penanganan kasus tersebut.
"KPU tidak melakukan intervensi apa pun terhadap proses pengambilan keputusan itu. Jadi agak berlebihan misalnya keterangan saya dianggap seolah-olah sangat menentukan keputusan Sentra Gakkumdu melalui Bareskrim Polri," ujar Wahyu kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).
Dia menjelaskan, pemeriksaan atas dirinya oleh Bareskrim Polri dilakukan sebelum 30 Mei. Saat itu, Wahyu menyampaikan keterangan soal beberapa hal.
"Antara lain saya ditanya apakah peraturan KPU tentang kampanye pemilu 2019 sudah ada? Maka saya juga sampaikan bahwa peraturan KPU kampanye pemilu 2019 dan perbawaslu tentang pemilu 2019 belum ada," paparnya.
Sedianya, lanjut Wahyu, peraturan kampanye itu memuat jadwal, metode dan materi kampanye. "Maka apakah keterangan yang saya berikan itu akan dipakai atau tidak oleh Sentra Gakkumdu dalam mengambil keputusan, itu sepenuhnya kewenangan Gakkumdu. KPU tidak terlibat di dalamnya. Saya pun tidak pernah bertemu dengan pengurus dari PSI selama penanganan kasus ini," tegas Wahyu.
Wahyu menambahkan, KPU yang diwakili oleh dirinya, bukan satu-satunya pihak yg dimintai keterangan terkait kasus PSI. Sejumlah pihak lain, yakni Bawaslu, PSI dan sejumlah ahli dari perguruan tinggi.
Sebagaimana diketahui, penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI akhirnya resmi dihentikan di tahap penyidikan. Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) pada Kamis (31/5) lalu.
Menurut Ketua Bawaslu, Abhan, penghentian kasus ini disebabkan adanya keteranganyang disampaikan oleh Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, tentang dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Dalam keterangannya kepada penyidik Bareskrim Polri,
Wahyu menyebut KPU belum menetapkan jadwal kampanye dan peraturan teknis (PKPU) kampanye untuk Pemilu 2019. "Dengan adanya keterangan ini, iklan di Harian Jawa Pos belum bisa disebut sebagai tindakan kampanye di luar jadwal. Kemudian, dari hasilpenyidikan Bareskrim Polri, yang juga sudah didapatkan dalam pembahasan ketiga Sentra Gakkumdu dinyatakan bahwa dugaan pelanggaran kampanye PSI tidak diteruskan ke proses penuntutan," tutur Abhan dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis.
Abhan juga mengungkapkan, keterangan yang disampaikan Wahyu Setiawan berdasarkan BAP di Bareskrim Polri berbeda dengan keterangan kepada Bawaslu. Pada 16 Mei lalu, di Bawaslu, Wahyu mengatakan bahwa iklan PSI di Harian Jawa Pos mengandung unsur kampanye lantaran memuat citra diri partai berupa lambang dan nomor urut parpol tersebut.
Wahyu juga menyebut iklan yang tayang pada 23 April itu tergolong kampanye di luar jadwal. Sebab, parpol baru boleh berkampanye di media massa mulai 24 Maret 2019 mendatang. Ketentuan ini merujuk Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2019.