REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi enggan menanggapi Fraksi PDIP yang mencurigai pemberian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk pemprov. Suhaimi lebih percaya profesionalisme Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam memberi penilaian.
"Saya percaya apa yang dilakukan BPK yang bekerja secara profesionalisme. Bukan like and dislike," kata Suhaimi saat dihubungi, Senin (4/6).
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono menyoal sikap BPK terhadap pemprov yang dinilainya berbeda antara saat ini dan sebelumnya. Ia menilai, status lahan Sumber Waras yang sampai saat ini belum jelas menunjukkan adanya standar ganda dalam penilaian BPK. Ia pun menilai ini tak lepas dari kepemimpinan di pemprov.
"Ada dua katakter kepemimpinan yang berbeda. Satu, karakter pemerintahan sebelumnya tidak kompromis. Sementara, pemerintahan sekarang kompromistis. Itu saja persoalannya," kata dia.
Namun, Suhaimi meyakini, BPK tak mungkin mempertaruhkan kredibilitas lembaganya hanya karena faktor suka atau tidak suka terhadap rezim kepemimpinan. Ketua Komisi B DPRD DKI itu menilai, terlalu riskan jika BPK memberi penilaian WTP padahal sebenarnya belum layak mendapat opini itu.
Baca juga, PDIP Curigai Pemberian Opini WTP dari BPK untuk Pemprov DKI.
Artinya, lanjut Suhaimi, penilaian WTP terhadap laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2017 memang berbasis profesionalisme. Dia yakin Anies-Sandi memang bekerja keras memperbaiki pencatatan aset yang tidak dilakukan pemerintah sebelumnya di DKI. Hal itulah yang mengganjal DKI mendapat WTP dalam empat tahun sebelumnya.
"Sekarang itu pencatatan aset kan sudah dilakukan. Pencatatan aset itu dilakukan dengan teknologi yang lebih maju. Waktu itu pesan dari Pak (Kepala) BKAD (Achmad Firdaus) sudah mempresentasikan apa yang dilakukan dalam pencatatan aset," ujar dia.
Sebelumnya, opini WTP yang diberikan BPK kepada Pemprov DKI Jakarta atas laporan keuangan tahun 2017 dipersoalkan Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono. Pemberian WTP tersebut dirasa aneh dan dinilai tak lepas dari kepemimpinan di pemprov yang dianggap kompromis.
Dia berpendapat, perbedaan mendasar kepemimpinan saat ini dan sebelumnya secara prinsip itulah yang membuat penilaian BPK menjadi berbeda. Gembong menilai ada ketidakobjektifan dalam melihat satu objek persoalan. Akibatnya, kata dia, hasil penilaian menjadi berbeda, meski persoalan yang sama secara substansi tak ada yang berubah.
"Kalau pemerintahan dulu kan nggak kompromis. Bahkan, semua ditantangin, kasarnya begitu. Karena itu, sekarang BPK juga menjadi lebih lunak (kepada Pemprov DKI)," ujar Gembong.
Terkait pernyataan Fraksi PDIP tersebut, Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi DKI Jakarta Aryo Seto Bomantari tak menjawab panggilan telepon dari Republika.co.id saat akan dikonfirmasi. Pesan singkat melalui aplikasi perpesanan Whatsapp pun tak dibalasnya.