REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta William Syahbandar optimis pengguna kendaraan pribadi akan berpindah ke MRT jika sudah dioperasikan. Namun, hal itu akan lebih optimal jika terintegrasi dengan moda transportasi lain dan kebijakan pemerintah yang berkelanjutan.
"Integrasi tiket juga harus dilakukan untuk memudahkan masyarakat dalam merencanakan waktu ataupun biaya perjalanan," kata dia di Jakarta, Ahad (3/6).
William mengatakan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihak MRT, pengguna kendaraan pribadi mempertimbangkan beberapa hal untuk memutuskan berpindah ke transportasi massal. Pertama yakni terkait waktu perjalanan yang lebih singkat, keandalan, kenyamanan, kemudahan akses, aksesibilitas serta tarif.
Menurutnya, hasil survei yang dilakukan terhadap 10.073 reponden yang tersebar di radius sebaran seluas 10 mil menunjukkan 65,5 persen responden berusia dewasa menyatakan bersedia beralih ke MRT dari kendaraan pribadinya. Sedangkan skenario tarif berdasarkan hasil ridership survei tiket berkisar dari Rp 8.500, Rp 10 ribu, Rp 15 ribu dengan target penumpang 130 ribu perhari. Namun, kata dia, semua itu butuh dukungan kebijakan lain.
Kebijakan lain itu, kata William, yakni penerapan electronic road pricing (ERP), interkoneksi dengan moda lain, integrasi dengan rute Bus Rapid Transit (BRT) koridor 1 Blok M-Kota, implementasi Transit Oriented Development (TOD), feeder system untuk MRT Jakarta dan pembangunan park and ride.
Dia menambahkan, progres pengerjaan MRT mencapai 94 persen. Konstruksi di atas tanah 92 persen selesai dan di bawah tanah 97 persen telah rampung. William mengklaim, progres pengerjaan sesuai dengan yang direncanakan. "Tak ada kendala berarti, target pengoperasian MRT pada Maret 2019," ujar dia.
Uji coba untuk trainset pertama di Depo Lebak Bulus akan dilakukan pada bulan Juni. Untuk uji coba kedua akan dilakukan Juli. Uji coba akan terus dilakukan seterusnya hingga November mendatang. Sementara pada Desember rencananya dilakukan sertifikasi kereta oleh Direktorat Jenderal Kereta Api Kementerian Perhubungan.
Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko menyatakan sependapat dengan pentingnya integrasi antar modatransportasi umum di Ibu Kota. Hal itu menjadi penting untuk menyelesaikan persoalan kemacetan. Perbaikan sekaligus peningkatan pelayanan transportasi juga menjadi faktor penting.
Selain itu, lanjut dia, penerapan ERP dan penyediaan park and ride juga sangat penting. Integrasi semua moda transportasi umum akan bisa efektif dan maksimal dengan penerapan ERP dan adanya park and ride.
"Kami sedang lakukan lelang ERP dan diharapkan selesai dan bisa beroperasi berbarengan dengan MRT dan moda transportasi lainnya yang saling terintegrasi," ujarnya.
Sigit mengatakan akan berkoordinasi dengan PT MRT terkait integrasi moda transportasi dengan MRT. Ia akan meminta penjelasan terkait ridership survei yang dilakukan MRT. Sigit menyebut, MRT harus melihat hitungan ridership terkait daerah tempat tinggal atau keberangkatan dan tujuan pengguna MRT.
Menurutnya, pembangunan suatu fasilitas harus direncanakan dengan matang dan penuh perhitungan untuk memastikan pemanfaatannya bisa optimal. Dia mencontohkan terkait pembangunan park and ride yang direncanakan PT MRT berada disepanjang jalurnya. Senua harus dilakukan secara teliti.
"Kita keterbatasan lahan. Boleh saja kerjasama dengan swasta, tapi kita belum punya landasan hukumnya. Jadi semua harus ada perhitungannya," ujar dia.