REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Intan Ahmad menghimbau agar mahasiswa bisa lebih peka terhadap keberadaan para alumni universitas yang kerap bertandang ke kampus. Sebab bukan tidak mungkin alumni yang datang memiliki niat jelek.
Ahmad menuturkan, keberadaan alumni yang kerap main ke lingkungan kampus dan bertemu mahasiswa memang tidak bisa terelakan. Mereka sering datang sekedar untuk berbincang atau menghadiri acara yang diadakan mahasiswa. Bahkan para mahasiswa pun acap kali meminta alumni untuk datang ke kampus.
Dengan jumlah alumni yang datang ke kampus, pihak universitas pasti tidak bisa memantau satu per satu. Untuk itu, mahasiswa lah yang harus aktif melihat gerak gerik para alumni kampusnya. Jika memang ada alumni yang mencurigakan mahasiswa diimbau segera melapor ke pihak keamanan atau petinggi universitas.
"Sebagai bentuk kewaspadaan. kalau ada alumni yang datang ke kampus dan mencurigakan kita (mahasiswa) harus berpikir kritis dan melaporkannya ke rektor tiga atau dosen," kata Intan Ahmad, Ahad (3/6).
Baca: Universitas Riau Sesuai SOP" href="http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/06/03/p9qfe4349-polri-klaim-penggerebakan-di-universitas-riau-sesuai-sop" target="_blank" rel="noopener">Polri Klaim Penggerebakan di Universitas Riau Sesuai SOP
Menurutnya, kejadian di Universitas Riau di mana kepolisian menangkap alumni yang berencana melakukan aksi teror menjadi wake up call bagi semua pihak untuk merapatkan barisan. Artinya kejadian seperti ini diharap tidak terulang di universitas lain.
Dengan jumlah kampus mencapai 4.500 dan mahasiswa aktif sekitar tujuh juta, Ahmad mengatakan bahwa upaya deradikalisasi tidak akan mudah dilakukan di sekitar kampus. Untuk itu lingkungan keluarga pun harus bisa aktif, misalnya orang tua yang memberikan pemahaman kepada anak mereka yang duduk di bangku kuliah agar menghindari sesuatu yang mencurigakan bila hal tersebut bisa berdampak negatif.
"Perlu upaya luar biasa dari semua pihak karena pihak kampus tidak bisa menangani (penyebaran paham radikal) sendiri," ujarnya.