REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Polda Sumut menangani 18 kasus ujaran kebencian melalui media sosial sepanjang Januari hingga Mei 2018. Polisi terus membidik orang-orang yang melakukan hal tersebut karena dianggap dapat mengganggu keamanan negara.
Kabid Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, dari jumlah itu, sebanyak dua kasus sudah pada proses pelimpahan tahap dua di kejaksaan. Sementara empat kasus masih pada pelimpahan tahap pertama. Sisanya, 12 kasus masih dalam tahap penyidikan.
"Sehingga total dari Januari ada 18 kasus yang ditangani Polda Sumut," kata Tatan, Sabtu (2/6).
Teranyar, kasus ujaran kebencian yang ditangani Polda Sumut melibatkan oknum dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) berinisial HDL. Dia ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan lantaran diduga mengunggah status yang berisi ujaran kebencian di akun Facebook-nya.
Salah satu statusnya ditulis pasca serangan bom bunuh diri di Surabaya, Ahad (13/5), yang berbunyi 'Skenario Pengalihan yang Sempurna...#2019GantiPresiden'. Polisi menduga postingan ini berkaitan dengan rangkaian peristiwa bom tersebut dan sangat berpotensi memicu kebencian di antara sesama.
Tatan menegaskan, polisi akan tetap memprioritaskan proses kasus ujaran kebencian hingga ke Pengadilan. Hal ini dikarenakan ujaran tersebut sangat merugikan banyak orang banyak.
"Memang (ujaran kebencian) ditujukan pada person, namun dampaknya itu bisa jadi sampai isu SARA. Kan kita tidak mau Pilkada atau negara kita terganggu dengan informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," ujar Tatan.