Sabtu 02 Jun 2018 11:30 WIB

Polemik Vonis Hakim Soal Aset First Travel Kata Pakar

Apabila aset kasus First Travel jadi aset negara maka tidak bisa dikuasai korban.

Rep: Dian Fath Risalah, Febrian Fachri/ Red: Ratna Puspita
Terdakwa  kasus penipuan agen perjalanan umrah First Travel  Andika Surachman (kiri) dan Anniesa Hasibuan Pengadilan Negeri Dep(kanan) usai  menjalani persidangan vonis  di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat,Selasa (30/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus penipuan agen perjalanan umrah First Travel Andika Surachman (kiri) dan Anniesa Hasibuan Pengadilan Negeri Dep(kanan) usai menjalani persidangan vonis di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat,Selasa (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno Azmi Syahputra mengatakan, terdapat polemik yang ditimbulkan dari vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Depok dalam kasus penipuan umrah First Travel. Putusan yang dibacakan pada Rabu (30/5) itu menyatakan aset dikuasai negara. 

“Apabila aset pada kasus First Travel diputuskan menjadi aset negara maka akibat hukumnya tidak akan dapat lagi dikuasai oleh jamaah selaku korban," kata Azmi dalam pesan singkatnya, Sabtu (2/6). 

Azmi mengatakan hakim memutus aset dikuasai negara setelah menemukan fakta hukum antara nilai aset yang disita dan kerugian seluruh jamaah tidak seimbang. “Jumlahnya tidak seimbang jika dibagikan secara proporsional sesuai kerugian jamaah,” kata Azmi.

Azmi mengatakan karena kesulitan menentukan siapa yang berhak atas harta tersebut maka hakim sebagai pembentuk hukum dapat membuat norma melalui putusan demi mengamankan aset. Hakim membuat putusan tersebut untuk mencegah terjadinya ketidakpastian hukum atas barang bukti.

Kendati demikian, dia mengatakan, penguasaan oleh negara justru akan menyulitkan pengembalian ke jamaah. Namun, dia mengatakan, masih ada upaya untuk mengembalikan aset tersebut ke jamaah.

Saat ini, putusan dalam kasus ini belum memiliki kekuatan hukum tetap karena ketiga terdakwa, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan, mengajukan banding. Azmi menyarankan jaksa mengajukan kontra banding dengan menegaskan mengenai barang atau aset yang disita.

Kontra banding itu harus menegaskan bahwa barang atau aset disita harus dikembalikan ke jamaah sebagai korban. “Atau, ditunjuk badan pengelola yang profesional yang diawasi oleh negara," kata dia.

Menurut Azmi, Jaksa dapat menyebutkan terjadi kesalahan dalam penerapan hukum oleh pengadilan negeri terkait barang sitaan yang dijadikan aset negara. Hal ini mengacu pada UU nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.

Dia berharap jaksa dan majelis hakim menjadikan masalah aset ini sebagai perhatian serius. Dengan demikian, tidak menimbulkan kerugian berlanjut bagi jamaah.

Termasuk, dia menambahkan, tidak menimnulkan ketidakpastian hukum. “Bahkan ini dapat dikategorikan menjadi kecelakaan hukum bagi pencari keadilan dalm hal ini korban jamaah umroh yang gagal berangkat," kata dia.

Dalam sidang putusan Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, majelis hakim memvonis Andika 20 tahun dan denda Rp 10 miliar. Sementara istrinya, Anniesa, dihukum 18 tahun penjara dan denda 10 miliar.

Manajer First Travel Siti Nuraida "Kiki" Hasibuan, dijatuhi pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar. Tak hanya itu, majelis juga memutus bahwa aset First Travel yang menjadi barang bukti perkara dirampas untuk negara.

Hakim menyatakan penipuan umrah yang dilakukan oleh First Travel menyebabkan 63.310 calon anggota jamaah gagal berangkat ke tanah suci. Total kerugian jamaah First Travel mencapai Rp 905 miliar.

Sementara itu barang bukti yang disita mencapai 529 nomor barang bukti.  Barang bukti ini di antaranya dua pendingin ruangan merek Panasonic, senjata jenis airsoft gun, dan dua tabung gas. 

Selain itu, ada tiga nomor rekening dari bank yang sama, yakni Bank Mandiri. Tiga rekening ini berisi saldo yang berbeda dan masing-masing atas nama Anugerah Karya Wisata.  

Rekening pertama, saldonya sebesar Rp 34.862.631.000. Rekening kedua sebesar Rp 3.769.819. Ketiga, saldonya senilai Rp 200 juta dalam bentuk deposito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement