Sabtu 02 Jun 2018 05:37 WIB

Dawam Rahardjo, Sang Pejuang Kebebasan Beragama

Dawam menegaskan kebebasan beragama itu mutlak hak individu.

Presiden Jokowi serta tokoh Indonesia melayat ke rumah duka Dawam Rahardjo, Kamis (31/5)
Foto: Republika/Fergi Nadira
Presiden Jokowi serta tokoh Indonesia melayat ke rumah duka Dawam Rahardjo, Kamis (31/5)

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Dea Alvi Soraya, Debbie Sutrisno

Cendekiawan Muslim M Dawam Rahardjo telah menghadap Sang Khalik pada Rabu (30/5) malam. Jenazah almarhum pun sudah dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Kamis (31/5), selepas shalat Zhuhur. Kendati demikian, banyak aspek yang dapat dipetik dari sosok 76 tahun tersebut.

Bagi wartawan senior Republika Arif Supriyono, Dawam merupakan pribadi dengan sikap yang kukuh dan teguh bak karang. Arif mengenang pertemuan pertama dengan Dawam saat menghadiri simposium cendekiawan Muslim pada 6-9 Desember 1990 di Malang, Jawa Timur. Pertemuan itu menjadi tonggak kelahiran Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).

Saat itu, Dawam menjadi moderator dengan narasumber Prof Dr M Nurcholish Madjid dan Prof Dr Emil Salim. Tiba-tiba ada seorang ibu (guru besar dari IAIN Alauddin Makassar) mengajukan pertanyaan yang ditujukan kepada Emil Salim.

Sang ibu lalu mengutip beberapa ayat Alquran. Belum selesai ibu itu bertanya, Dawam memotong pembicaraan lantaran terlalu dianggap bertele-tele dalam bertanya.

"Ibu itu hanya diam dan mungkin terkejut juga mendapat tanggapan sang moderator. Tampak sekali sikapnya (Dawam) tegas tanpa tedeng aling-aling pada siapa pun dan kukuhnya memegang sikap dalam memimpin jalannya diskusi," kata Arif.

Keteguhan sikap itu juga terlihat saat kasus Lia Aminudin/Lia Eden (1995-197) yang merasa sebagai pembawa pesan Malaikat Jibril. Di tengah gelombang protes terhadap aliran Lia Eden, Arif menyebut, Dawam tetap membela kelompok itu dan pantang untuk surut.

"Mas Dawam berpandangan, kebebasan beragama adalah mutlak hak individu dan tak bisa dipersalahkan," ujar Arif.

Itu pula yang dilakukan terhadap aliran Ahmadiyah pada 2000-2006. Di mata Dawam, tak ada yang salah dengan pengikut Ahmadiyah.

Di balik kehidupan masa mudanya yang berada di lingkungan kental keagamaan, Arif menyebut, Dawam memang penganut prinsip-prinsp pluralisme yang kukuh. Pluralisme, antidiskriminasi, dan toleransi adalah garis yang dipilih dalam bersikap.

Karena itu, meski kemudian Muhammadiyah mengeluarkan Dawam dari kepengurusan (pernah menjabat sebagai ketua) dan keanggotaan, dia tetap tak merasa perlu meninggalkan organisasi massa keagamaan itu. Padahal, bayang orang yang berpandangan bahwa dia akan hinggap di ormas lainnya.

"Sekali Muhammadiyah, seumur hidup tetap Muhammadiyah," kata Dawam seperti dituturkan Arif.

Sepak terjang Dawam sebagai cendekiawan Muslim sudah tak diragukan lagi. Sosok yang dikenal serbabisa itu memang bukan hanya berperan penting dalam perkembangan politik Islam dan ekonomi, melainkan juga dikenal karena keahlian sebagai pengusaha, budayawan, aktivis, pemikir Islam, bahkan penafsir.

Kepergian Dawam tak pelak mengurangi barisan cendekiawan penting Indonesia. Kejeliannya dalam bidang politik Islam membawa nama Dawam semakin melambung karena pemikiran-pemikirannya yang berani. Konsep toleransi beragama menjadi ciri dari pemikiran-pemikirannya.

Toleransi, bagi Dawam, merupakan kunci dari sebuah kemajuan yang hakiki. Toleransi, menurutnya, tidak berarti lemah, tetapi justru mampu untuk berpikiran terbuka dan menerima segala perbedaan.

Anak pemikiran Dawam tentang toleransi berkembang menjadi pemahaman pluralisme, liberalisme, dan sekularisme yang sempat dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena dinilai bertentangan dengan Islam. Namun, ambisi Dawam untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama terus menggebu dan menjadi semangat utama untuk terus menyebarkan paham toleransi. Karena kegigihannya, Dawam dianggap sebagai sosok intelektual yang berani melakukan pembelaan bagi rakyat dan mengedepankan keadilan.

Cendekiawan rujukan

Presiden Joko Widodo pun tak ketinggalan turut berbelasungkawa atas kepergian Dawam. "Innalilahi wa inna ilaihi rajiun, kita telah sangat kehilangan seorang cendekiawan Muslim yang lewat tulisan memberikan gagasan-gagasan yang baik bagi negara ini, yang menjadi rujukan bagi cendekiawan yang ada di negara kita," ujarnya seusai melayat di rumah duka, Jalan Kelapa Kuning III, Kalimalang, Jakarta Timur, Jumat (31/5).

Presiden mengatakan, almarhum memang dikenal sebagai sosok cendekiawan dengan sikap yang konsisten terhadap diskriminasi. Oleh karena itu, semua pihak pasti akan berduka dan kehilangan ketika Prof Dawam harus "beristirahat". "Beliau seorang cendekiawan Muslim yang gagasan dan tulisannya yang sangat tajam dalam menyikapi setiap peristiwa-peristiwa yang ada di negara kita," kata Presiden.

Mantan wakil perdana menteri Malaysia Anwar Ibrahim juga turut berduka. Ia beserta keluarga menyampaikan belasungkawa yang sebesar-besarnya untuk keluarga mendiang Dawam dan mendoakan perjalanan terakhirnya dimudahkan Allah SWT. "Kabar duka saya terima dari seberang apabila (tentang) perginya tokoh cendekiawan Islam Indonesia, Prof Dawam Rahardjo, (yang) menemui Sang Khalik semalam di Jakarta," ujar dia melalui keterangan tertulis, Kamis (31/5).

Anwar mengatakan, almarhum Dawam merupakan tokoh akademik Indonesia dan seorang pemikir ekonomi politik yang progresif. Pemikiran ekonomi pro rakyatnya merupakan ide yang progresif, khususnya terkait ide koperasi.

Anwar juga mengetahui Dawam pernah menjabat ketua Majelis Ekonomi Muhammadiyah, amat lekat dengan ICMI, dan sahabat akrab presiden ke-3 RI BJ Habibie. Menurut Anwar, almarhum merupakan sosok yang tegas soal demokrasi. Selamat jalan Mas Dawam. Semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Amin. (Pengolah: muhammad iqbal).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement