Selasa 29 May 2018 16:51 WIB

Aturan KPI yang Hambat Demiz Main Sinetron Diminta Dicabut

Aturan KPI terkait larangan penayangan peserta pilkada di televisi.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ratna Puspita
Pasangan calon gubernur dan wagub Jawa Barat nomor urut empat Deddy Mizwar (kiri)-Dedi Mulyadi (kanan) menyampaikan visi dan misinya pada Debat Publik Putaran Kedua Pillgub Jabar 2018 di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (14/5).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pasangan calon gubernur dan wagub Jawa Barat nomor urut empat Deddy Mizwar (kiri)-Dedi Mulyadi (kanan) menyampaikan visi dan misinya pada Debat Publik Putaran Kedua Pillgub Jabar 2018 di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (14/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah Seniman Jawa Barat mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencabut aturan terkait larangan penayangan peserta pilkada di televisi. Aturan tersebut berimbas peserta pilkada yang memiliki latar belakang seorang aktor seperti calon gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar tidak bisa main sinetron. 

Salah seorang tokoh seniman Jabar, Acil Bimbo, mengatakan aturan KPI mengenai larangan peserta pilkada tampil di televisi tidak jelas dan berlebihan. KPI tidak seharusnya menghalangi seseorang menjalankan profesinya. 

“Pemerintah di sini salah. Tolong dilihat lagi aturannya, aturan itu harus ditinjau ulang, enggak bisa begitu, walaupun sedang menjalankan pilkada," kata Acil, Selasa (29/5). 

Acil menerangkan aturan KPI telah menimbulkan ketidakpastian bagi calon berlatar belakang seniman. Ia mencontohkan, pada kasus Deddy Mizwar, aturan tersebut tentunya akan membuatnya bingung karena profesi aktor seharusnya terikat dengan aturan yang berbeda. 

“Sebetulnya aturan itu tidak tepat karena itu adalah masalah profesi,” kata dia. 

Dia menerangkan profesi seniman tidak bisa diatur dengan sewenang-wenang. Dia mengatakan KPI menerapkan aturan tersebut hanya berlandaskan pada aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penayangan iklan kampanye peserta Pilkada. Acil mengatakan aturan yang tidak jelas ini berpotensi menghambat karier dan mata pencaharian para seniman lain. 

Jika KPI memang ingin mengaturnya, dia menyarankan, aturan tersebut harus dibahas dengan pemangku kepentingan lainnya sehingga batasannya lebih jelas dan detail. Jangan sampai, seseorang melakukan kegiatan sesuai profesinya justru dianggap sebagai kejahatan. 

“Profesi itu bukan suatu kejahatan bukan juga sebuah pelanggaran," kata Acil seraya 

Karena itu, Acil mendesak KPI untuk mencabut dan merevisi aturan larangan tersebut. Dengan demikian, dia menambahkan, tidak merugikan para seniman yang bergerak di bidang tersebut.

Ketua 2 komunitas Pengamen Jalanan (KPJ) Jawa Barat, Ulli, berpendapat KPI tidak profesional dengan mengeluarkan aturan tersebut. "Masa profesi orang dihambat begitu. Sebagai seniman, saya melihat ini ada kepentingan, karena Pilkada Jabar ini rasa Pilpres," kata Ulli. 

Menurutnya, aturan KPI yang melarang peserta pilkada tampil di televisi ini tidak selaras dengan banyak anggota dewan yang tampil di televisi. Dia mencontohkan anggota DPR Eko Patrio bisa tampil pada acara sahur Ramadhan. 

“Kan figurnya sama, kenapa enggak dilarang main di TV. Jangan hanya yang maju di gubernur saja,” kata dia. 

Ulli mengatakan, KPI seharusnya memfokuskan membenahi acara televisi yang kurang mendidik. "Mestinya KPI bertugas sesuai tupoksinya, sebagai pengawas tayangan di televisi, bukan malah menghambat profesi orang," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement