Senin 28 May 2018 00:01 WIB

Psikiater: Remaja Penghina Presiden Senang Ambil Risiko

Sekolah diminta melakukan skrining pelajar dengan problem perilaku dan emosional.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Jaya, Nova Riyanti Yusuf (kanan)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Jaya, Nova Riyanti Yusuf (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Jaya menyebutkan, remaja yang menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan perilaku yang senang mengambil risiko. Ketua PDSKJI Jaya Nova Riyanti Yusuf mengakui, perilaku remaja memang erat kaitannya dengan sikap yang penuh risiko.

"Itu kan banyak (terjadi) pada remaja," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/5). Kendati demikian, ia menegaskan beberapa hal yang harus diperhatikan apakah ada asupan narkoba dan sebagainya yang menimbulkan keberanian lebih.

Kedua, apakah remaja memiliki masalah masalah perilaku yang biasa terjadi pada anak dan remaja. Problem perilaku ini harus dipahami seperti apa, apakah perilakunya berulang, tidak mengindahkan norma-norma, mencuri, membolos, mengabaikan hak orang lain, bahkan hingga melakukan ancaman.

Argumennya bukan tanpa alasan. Beberapa waktu lalu ia mengadakan penelitian di Jakarta dengan narasumber 1.387 pelajar SMA dan hasilnya memang anak laki-laki yang cenderung mempunyai problem perilaku yaitu sekitar 9,53 persen mempunyai problem perilaku abnormal. Tetapi yang sudah dalam batas-batas atau border line yaitu sebanyak 13,47 persen.

"Kebanyakan masalah perilaku tidak terdeteksi. Saya saja bisa tahu setelah mengadakan survei," ujarnya.

Karena itu, ia meminta sekolah sebagai pintu masuk utama karakter remaja bisa diberikan kekuasaan oleh instansi-instansi seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan skrining pelajar dengan problem perilaku dan emosional secara berkala. Alasannya, anak pada usia fase remaja tengah mencari identitas diri hingga berani ambil risiko.

"Dengan skrining, maka semakin cepat terdeteksi (problem perilakunya) dan semakin cepat tertangani," ujarnya. Setelah diketahui masalahnya apa baru bisa ditentukan anak akan didekati dengan intervensi apa. Misalnya bisa intervensi dengan sekolah, guru, atau keluarganya.

Sebelumnya, sebuah video viral beredar di media sosial berdurasi 20 detik, yang merekam seorang pria bertelanjang dada dan memegang foto Jokowi. Dalam video remaja lantas memaki serta mengancam akan membunuh Presiden RI.

Polisi telah berhasil menangkap remaja berusia 16 tahun itu, yang diketahui berinisial RJ. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, remaja tersebut ditantang oleh temannya yang memegang kamera perekam itu untuk menantang polisi agar menangkap dirinya. Alhasil, remaja itu menerima tantangan temannya itu dengan cara memaki Presiden RI.

"Ini merupakan kenakalan remaja. Kenapa? Ya karena pada saat dia berkumpul dengan temannya, dia mengatakan bahwa kamu berani enggak, nanti kalau berani, kamu bisa enggak ditangkap polisi. Jadi, mereka berdua mengetes, mengetes polisi, kira-kira polisi mampu tidak tangkap dia," papar Argo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement