Sabtu 26 May 2018 02:35 WIB

Madani Apresiasi Pengesahan Revisi UU Terorisme

Revisi UU dinilai membantu aparat menerapkan undang-undang secara tepat dan terukur

Rep: Muhyiddin/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Revisi UU Terorisme. Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii (kanan)  memberikan laporan pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Revisi UU Terorisme. Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii (kanan) memberikan laporan pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) mengapresiasi Terorisme oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)" href="http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/25/p99o2c409-dpr-akhirnya-sahkan-revisi-uu-terorisme" target="_blank" rel="noopener">disahkannya revisi Undang-Undang Terorisme oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Jumat (25/5). Karena, aksi-aksi terorisme benar-benar telah mengancam kehidupan umat beragama di Indonesia.

"Langkah cepat DPR RI mengesahkan revisi undang-undang terorisme patut kita apresiasi karena beberapa alasan," ujar Sekretaris Umum Madani, Syarifuddin saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (25/5).

Baca: Pengamat: Semoga UU Anti-Terorisme tidak Multitafsir

Alasan pertama, kata dia, karena fakta bahaya terorisme sudah banyak dirasakan dan harus diakui bahwa terorisme memberi ancaman bagi hak-hak dasar masyarakat untuk bebas dari rasa takut. Menurut dia, selama ini ketentuan mengenai perlindungan korban tindak pidana terorisme secara komprehensif mulai dari definisi korban, ruang lingkup korban, pemberian hak-hak korban hanya mengatur kompensasi dan restitusi saja.

"Kini dalam undang-undang tindak pidana terorisme yang baru telah mengatur pemberian hak berupa bantuan medis rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban yang meninggal dunia, pemberian restitusi dan pemberian kompensasi," ucapnya.

Dia mengatakan, sekarang juga sudah ada kepastian hukum dengan disetujuinya revisi UU perdefinisi yang membedakan mana yang termasuk kejahatan umum dan mana yang termasuk kejahatan terorisme. Karena itu, kata dia, aparat keamanan tidak bisa dengan semena-mena menangkap seseorang dengan alasan terorisme karena sudah ada batasan motif ideologi, politik dan ancaman keamanan.

"Ini membantu aparat dalam menerapkan undang-undang terorisme ini secara tepat dan terukur," katanya.

Diketahui, RUU Antiterorisme sempat molor selama dua tahun. Pembahasan mengenai RUU tersebut makin ramai didesak setelah peristiwa terorisme yang terjadi beruntun di Depok, Surabaya, dan Sidoarjo

Namun, setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengetuk palu hasil revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Undang-undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement