Jumat 25 May 2018 11:20 WIB

DPR Akhirnya Sahkan Revisi UU Terorisme

Definisi terorisme menyertakan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Suasana Rapat Pansus RUU Terorisme di Jakarta, Rabu (23/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana Rapat Pansus RUU Terorisme di Jakarta, Rabu (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengetuk palu hasil revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Undang-undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Jumat (25/5).

"Apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang?" tanya Agus diikuti kata sepakat seluruh anggota dewan yang hadir.

Undang-undang tersebut disahkan setelah seluruh fraksi dalam Rapat Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Antiterorisme yang digelar sehari sebelumnya akhirnya menyepakati poin definisi terorisme, yaitu rumusan alternatif kedua yang menyertakan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Padahal sebelumnya, fraksi PKB dan PDI Perjuangan menghendaki definisi terorisme tanpa menyertakan frasa motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan.

"Karena hari ini berdasarkan musyawarah mufakat, lebih banyak di alternatif kedua. Meskipun kami tetap berpandangan di alternatif satu, tapi sebagai wujud musyawarah mufakat maka kami pun akhirnya di alternatif dua," ujar anggota pansus mewakili Fraksi PKB, Muhammad Toha, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

Diketahui, RUU Antiterorisme sempat molor selama dua tahun. Pembahasan mengenai RUU tersebut makin ramai didesak setelah peristiwa terorisme yang terjadi beruntun di Depok, Surabaya, dan Sidoarjo.

Seolah tak ingin disalahkan, saling bantah antara DPR dan pemerintah terkait penundaan pembahasan pun sempat mewarnai dinamika. Bahkan, presiden juga sempat menegaskan akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) jika RUU Antiterorisme belum juga segera disahkan.

Sebelumnya, pada rapat Kamis (24/5) malam, anggota pansus mewakili Fraksi PKB, Muhammad Toha, mengatakan, fraksinya sebenarnya masih berpandangan sebaiknya definisi terorisme tanpa menyertakan frasa motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan. Namun, karena mayoritas fraksi hampir menyepakati definisi terorisme dengan frasa motif, PKB mempertimbangkan asas musyawarah mufakat.

"Karena hari ini berdasarkan musyawarah mufakat, lebih banyak di alternatif kedua. Meskipun kami tetap berpandangan di alternatif satu, tapi sebagai wujud musyawarah mufakat maka kami pun akhirnya di alternatif dua," ujar Toha di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

Begitu pun Fraksi PDIP yang diwakili oleh Risa Mariska menyatakan fraksinya dengan mempertimbangkan berbagai alasan pun akhirnya menyetujui alternatif dua. "Keputusan definisi fraksi kami mempertimbangkan berbagai hal, kami mengambil alternatif dua," ujar Risa.

photo
Infografis Pasal-Pasal Krusial Revisi UU Terorisme

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement