REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso mengingatkan seluruh stakeholder penerbangan sipil di Yogyakarta dan yang berhubungan dengan kota itu untuk waspada terkait adanya letusan Gunung Merapi pada hari ini sekitar pukul 02.55 WIB. Hal ini berdasarkan laporan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Menurut Notam nomor ASHTAM VAWR5415 yang dikeluarkan AirNav Indonesia pada pukul 03.56 WIB, Gunung Merapi yang berada di area FIR Ujung Pandang (WAAF) mempunyai status aktivitas merah (Red Alert) dengan sebaran abu vulkanik mulai dari permukaan hingga flight level 300. Abu vulkanik juga bergerak ke arah Barat Daya dengan kecepatan 15 Knot. Informasi bersumber dari citrasatelit CVGHM dan HIMAWARI-8.
"Hingga pagi ini tidak ada rute yang berdampak dan tidak ada rute yang ditutup, maupun rute alternatif. Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta juga masih beroperasi normal. Namun demikian semua stakeholder penerbangan khususnya yang di Yogyakarta dan yang berkaitan, saya instruksikan untuk meningkatkan kewaspadaan demi keselamatan penerbangan. Baik terhadap kejadian letusan pagi tadi atau letusan lanjutan yang mungkin bisa terjadi," ujar Agus, Kamis (24/5).
Agus meminta semua stakeholder, terutama pengelola bandara, maskapai penerbangan dan AirNav Indonesia untuk terus memantau perkembangan yang terjadi secara faktual, mengingat kolom abu vulkanik yang tinggi. Jika memang kondisinya tidak memungkinkan dalam hal keselamatan penerbangan, semua operasional penerbangan harus ditunda.
Untuk itu Agus juga meminta peningkatan kewaspadaan terkait keamanan dan tingkat pelayanan kepada penumpang di Bandara Yogya dan yang terdampak. "Mari kita berdoa semoga letusan Gunung Merapi segera mereda dan tidak mengganggu aktivitas penerbangan, bahkan bisa menjadi berkah bagi kita semua," ujarnya.
Sementara, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi memperkirakan perilaku Gunung Merapi hampir sama dengan perilaku gunung tersebut pascaletusan besar pada 1872. Perilaku dimaksud, yakni mengalami banyak letusan freatik dalam beberapa hari terakhir.
"Kondisi saat ini mirip dengan kondisi pascaletusan besar 1872 dan letusan besar sekitar 1930. Terakhir, Gunung Merapi mengalami letusan besar pada 2010," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso di Yogyakarta, Rabu (23/5).
Menurut dia, letusan besar yang terjadi pada 2010 menyebabkan terbentuknya kawah yang cukup dalam di puncak gunung sehingga tidak ada lagi sumbat lava atau sumbat tergolong lemah. Hal ini terlihat dari morfologi puncak yang tidak lagi runcing.
Kondisi tersebut, lanjut dia, memungkinkan adanya pelepasan gas. Kemudian, ini muncul sebagai letusan freatik seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.